oleh

Peringati Momentum Hari Perlawanan Rakyat Luwu ke-79, KKLR Sulsel Ziarahi Makam Datu Andi Djemma

MAKASSAR, koranmakassarnews.com — Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Provinsi Sulawesi Selatan mengenang peristiwa bersejarah 23 Januari 1946 dengan berziarah ke makam Datu Luwu ke-33 dan ke-36 Andi Djemma di Taman Makam Pahlawan (TMP) Panaikang, Makassar, Kamis (23/1/2025).

Sejumlah pengurus hadir dengan mengenakan jas dan batik KKLR sembari membawa karangan bunga untuk ditaburkan ke makam Pahlawan Nasional tersebut, sembari mengirimkan doa kepada Yang Maha Kuasa.

Sebelum melakukan tabur bunga, acara diawali dengan upacara sederhana bersama puluhan praja dari IPDN Kampus Sulsel yang juga datang berziarah ke makam Andi Djemma.

Upacara dipimpin oleh Kasat Sena IPDN Sulsel, Hamzah Jalante yang juga menjabat Wakil Ketua Bidang Pengembangan SDM dan Ketenagakerjaan BPW KKLR Sulsel.

 

Selepas melakukan penghormatan kepada segenap pahlawan yang dimakamkan di TMP Panaikang dan mengeringkan cipta, rombongan kemudian menuju ke makam Andi Djemma untuk melakukan tabur bunga.

Dalam keterangannya, Sekretaris Umum KKLR Sulsel, Asri Tadda yang hadir pada kegiatan itu mengatakan, bahwa momentum 23 Januari setiap tahun diperingati oleh masyarakat Luwu Raya sebagai Hari Perlawanan Rakyat Luwu (HPRL).

“HPRL adalah sejarah besar yang menunjukkan bakti dan kesetiaan rakyat Luwu Raya kepada tanah air. Dan tokoh sentral dalam peristiwa bersejarah itu adalah Datu Luwu Andi Djemma,” kata Asri.

Datu Andi Djemma, lanjut Asri, adalah raja pertama di luar Pulau Jawa yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia hanya berselang dua hari setelah proklamasi.

“Jadi pada tanggal 19 Agustus 1945, Datu Andi Djemma langsung menyatakan bahwa Kedatuan Luwu mengakui kemerdekaan dan bergabung sebagai bagian dari NKRI di bawah Presiden Soekarno,” jelas Asri.

berita terkait : Rawat Spirit Perjuangan WTL, KKLR Sulsel Gelar Semarak Hari Perlawanan Rakyat Luwu Raya ke-79

Sementara peristiwa heroik pada 23 Januari 1946 sendiri merupakan perlawanan semesta rakyat Luwu menghadapi tentara KNIL/NICA yang telah melenceng dari tugasnya untuk melucuti tentara Jepang yang sudah menyerah pada Sekutu.

“KNIL atau NICA itu sebenarnya adalah tentara Belanda yang ingin kembali berkuasa dan menjajah. Banyak provokasi dan intimidasi yang mereka lakukan kepada rakyat, termasuk juga kepada Kedatuan Luwu,” beber Asri lagi.