20 Januari 1978 : Rezim Orde Baru Melarang Penerbitan Tujuh Surat Kabar

KORANMAKASSAR.COM — Di era 1970-an, kebebasan pers mendapat tekanan serius terutama dari kalangan militer. Mereka mengekang pers agar tidak memberitakan tentang masalah kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintahan Soeharto. Saat itu, rezim Orde Baru memandang pers tak lebih dari sedar institusi politik yang harus diatur seperti organisasi massa dan partai politik.

Mereka menilai, media massa harus mendukung segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berkuasa. Oleh karenanya, Soeharto selaku presiden saat itu menggunakan pers sebagai alat kontrol sosial untuk mengatur hubungan individu dengan serta masyarakat.

Langkah pemerintah yang terus menerus menekan pers akhirnya pecah saat peristiwa Malari pada 1974. Mulanya, sejumlah media mewartakan kebijakan pemerintah dalam hal penanaman modal asing. Seperti biasanya, ada yang bersikap pro dan kontra.

Sejumlah pihak menilai, kerjasama ekonomi yang dilakukan Soeharto akan memberikan dampak yang buruk bagi negara. Saat PM Jepang Kakuei Tanaka menginjakkan kakinya di Tanah Air, masyarakat dan mahasiswa secara kompak turun ke jalan untuk melampiaskan kekecewaan mereka. Massa berdemo di seantero kota untuk mendeklarasikan ketidakpuasannya atas modal asing terutama yang diinvestasikan Jepang.

Situasi semakin kacau saat mahasiswa mulai disusupi gelombang perusuh. Para perusuh ini mulai melakukan penjarahan dan pembakaran. Selain itu, mereka juga merusak sejumlah fasilitas publik. Pada hari kedua demonstrasi, tentara mendapat mandat untuk menembak para penjarah yang berujung pada tewasnya 11 orang dan ratusan lainnya terluka parah. Surat kabar sebagaimana tugasnya sangat bersemangat mewartakan kerusuhan tersebut. Oleh media massa, peristiwa itu dijuluki dengan ‘Malapetaka Januari’ (Malari).

baca juga : 19 Januari 1779 : Charles Messier Menemukan Gugus Bola M56 di Rasi Bintang Lyra

Liputan media massa tentang peristiwa Malari dianggap sangat merugikan pemerintah. Buntut dari pemberitaan itu yakni dicabutnya surat izin terbit harian ‘Nusantara’ melalui SK Menpen No.015/DR/Ditjen PPG/1974, tertanggal 16 Januari 1974. Nasib yang sama juga menimpa Suluh Berita dan Indonesia Pos. Mereka dilarang terbit terkait pemberitaan Malari.

Dua surat kabar ini dibredel karena dianggap melanggar TAP MPR No.IV/MPR/1973 dan UU No. 11/1966. Korban Malari akhirnya semakin meluas dan menjadi akhir bagi kebebasan pers di Indonesia.

Lalu, pada 20 Januari 1978, rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto melarang penerbitan tujuh surat kabar antara lain Kompas, Merdeka, Sinar Harapan, Pelita, Pos Sore, Indonesia Times dan Sinar Pagi. Alasannya, tujuh surat kabar ini dianggap melakukan pemberitaan dengan unsur hasutan dan dapat mengganggu stabilitas nasional. (dari berbagai sumber)