Oleh: Yakub F. Ismail
KORANMAKASSAR.COM — Delapan dekade telah dilalui. Kini perjalanan panjang institusi Kejaksaan akan terus diuji oleh konsistensi menjaga integritas, keberanian menolak intervensi dan kemampuan beradaptasi di tengah jaman yang berubah cepat.
Sebagai institusi penegak hukum, lembaga Kejaksaan tidak pernah sepi dari terpaan badai baik dalam bentuk kritik publik, godaan politik dilema moral.
Berada di garda terdepan dalam menegakkan hukum dan keadilan, Kejaksaan memang tidak hanya menghadapi perkara di ruang sidang, tapi juga mengemban tanggung jawab moral membangun kepercayaan publik tentang pentingnya supremasi hukum.
Inilah ujian berat yang selama ini dilalui dengan getir. Namun, dengan semakin kokoh berdiri di hadapan Sang Waktu, membuktikan bahwa Kejaksaan sejauh ini terus berada di rel harapan dan perjuangan.
Masyarakat masih menaruh kepercayaan tinggi terhadap lembaga tersebut. Terlebih dalam beberapa tahun terakhir, dedikasi dan kontribusi besar terhadap negara dan bangsa semakin menebalkan keyakinan masyarakat tentang masa depan Indonesia yang bersih, adil dan berkeadaban.
Baca Juga : IMO-Indonesia Apresiasi Keputusan Panglima TNI Perintahkan Pasukan Amankan Kejaksaan Seluruh Indonesia
Transformasi Kelembagaan
Flashback lagi ke belakang, delapan dasawarsa perjalanan Kejaksaan Agung bukanlah rentang waktu yang pendek. Institusi ini telah melewati berbagai fase historis, mulai dari era konsolidasi pascakemerdekaan, masa transisi politik yang penuh dinamika, hingga era reformasi yang menuntut profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas.
Tepat di usia ke-80 ini, refleksi paling menonjol ialah bagaimana Kejaksaan mampu memosisikan dirinya bukan sekadar sebagai institusi penegak hukum, melainkan juga sebagai agen perubahan yang menentukan arah dan masa depan bangsa.
Tagline “Transformasi Kejaksaan menuju Indonesia Maju” harus dimaknai tidak hanya sebagai slogan seremonial. Akan tetapi, ia merupakan sebuah refleksi terhadap tantangan nyata yang harus dijawab di tengah arus perubahan global dan kompleksitas hukum modern.
Kata transformasi yang dijadikan tema utama HUT kali ini harus dibaca dalam tiga makna sekaligus: pertama, transformasi digital, yakni Kejaksaan perlu mengintegrasikan teknologi informasi dalam sistem kerja, mulai dari manajemen perkara, pelayanan publik, hingga masalah transparansi. Ini adalah bagian dari upaya modernisasi birokrasi.
Kedua, transformasi sumber daya manusia (SDM). Biar bagaimanapun, seorang jaksa tidak cukup hanya dengan menguasai hukum pidana klasik di era dunia yang semakin integratif ini.
Para jaksa juga harus memahami kejahatan lintas negara, tindak pidana korupsi dengan pola yang kompleks, praktik money laundering, hingga kejahatan siber yang akhir-akhir ini cukup meresahkan masyarakat. Ini berarti transformasi haru mencakup peningkatan kapasitas intelektual, etika profesi, serta sensitivitas sosial.
Ketiga, dan yang tak kalah penting ialah transformasi paradigma penegakan hukum. Dalam konteks Indonesia Maju, hukum tidak boleh dipandang sebagai instrumen represif, melainkan sebagai sarana pembangunan nasional dan humanisasi.