MAKASSAR, KORANMAKASSAR.COM — Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (DEMA-U) UIN Alauddin Makassar kembali menyuarakan keresahan terkait kebijakan efisiensi anggaran serta pemblokiran Dana Badan Layanan Umum (BLU) khususnya di UINAM.
Kebijakan ini dinilai tidak hanya melumpuhkan aktivitas kampus tetapi juga menekan ruang mahasiswa secara langsung.
Muhammad Mahadir, Sekretaris Jenderal DEMA-U, menegaskan bahwa status BLU yang disandang UINAM kini seperti kehilangan makna. Pasalnya, dana yang semestinya menjadi sumber utama pembiayaan kegiatan akademik dan non-akademik justru dibekukan tanpa kejelasan dari pihak kampus.
“Kampus ini BLU, tapi dananya diblokir. Sementara rektorat tidak menunjukkan sikap tegas. Kegiatan mahasiswa lumpuh, layanan akademik terseok. Kampus seperti berjalan tanpa arah,” tegas Mahadir, Jumat (8/8/25).
DEMA-U mengaku telah menyampaikan langsung keresahan ini ke rektorat sejak awal, namun tidak membuahkan respons konkret. Karena itu, mereka melanjutkan desakan ke DPRD Provinsi Sulawesi Selatan sebagai bentuk eskalasi. Sayangnya, hasilnya nihil.
“Setelah kami bawa ke DPRD Provinsi, tidak ada tindak lanjut sama sekali. Rapat Dengar Pendapat (RDP) bahkan belum dijadwalkan sampai hari ini,” tambahnya.
Baca Juga : Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Dampingi Menag Resmikan RS UIN Alauddin
DEMA-U mengecam sikap pasif DPRD Sulsel sebagai bentuk pembiaran terhadap krisis pendidikan yang dialami mahasiswa.
“Yang kami suarakan bukan sekadar soal anggaran, tapi keberanian memperjuangkan keadilan dalam dunia pendidikan. Jangan sampai yang diblokir bukan cuma BLU, tapi juga masa depan mahasiswa,” ujarnya.
DEMA-U menyerukan kepada seluruh sivitas akademika dan masyarakat sipil agar tidak tinggal diam. Menurut mereka, perjuangan ini bukan hanya soal nominal atau teknis birokrasi, melainkan soal keadilan, transparansi, dan martabat dunia akademik yang hari ini sedang tergerus.
Kritik serupa juga datang dari Ketua DEMA FUF UINAM, Muh. Wahyu Hidayat, yang menilai pemerintah lebih memprioritaskan anggaran untuk alat kekuasaan daripada pendidikan. (*)