“Makanya bisa dicek, dari mana sumber-sumber pendanaan survei itu. Adakah yang benar-benar terbuka soal itu? Maka di sinilah peran media untuk menjernihkan kebenaran di balik survei-survei tersebut,” ujar Henri.
Senada dengan itu, Agus Sudibyo mencoba meletakkan peran media massa dal konteks elektabilitas. Menurutnya, justru konsepsi elekstabilitas sendiri sulit diprediksi hasil akhirnya.
“Elektabilitas itu secara esensi, lebih tinggi nilai atau posisinya dibanding katakanlah likeabilitas (kedisukaan) dan popularitas. Sebab, seseorang meski banyak disukai atau dikenal luas, belum tentu dipilih,” paparnya.
Terakhir, menurut Rahman Ma’nun, peran media adalah menjadi amplifier elektabilitas kandidiat hasil dari lembaga survei.
baca juga : Skandal Ketua KPK dan Perempuan S, IMO Indonesia Nilai Hanyalah Isu Murahan
Ia memandang media cenderung berhenti pada menyampaikan informasi elektabilitas kandidat yang bersumber pada lembaga survei.
“Sayangnya media tidak memenuhi hak publik untuk tahu latar belakang lembaga survei dalam hal terkait dengan kandidat apakah dari konsultan, sponsor atau afiliasi,” katanya.
Untuk itu, ia mengharapkan agar media perlu menegakkan posisinya sebagai pilar demokrasi dengan tetap independen, tidak partisan, cover booth side dan menjaga dan memenuhi hak masyarakat atas informasi. (*)