JAKARTA, KORANMAKASSAR.COM — Pemimpin Gerakan Beli Indonesia Dr (HC) Heppy Trenggono, M.Kom mengatakan, ketika negara-negara besar di dunia semakin agresif melindungi ekonominya lewat proteksionisme dan kebijakan antidumping, Indonesia belum beranjak dan masih membuka diri terlalu lebar, hingga pasar dalam negeri dikuasai produk impor.
Menurut Heppy Trenggono, hari ini Amerika Serikat terang terangan bicara tentang proteksionisme dengan menetapkan tarif hingga 100% demi melindungi industri dan pasar dalam negeri.
“Uni Eropa, India, dan Kanada membangun benteng ekonominya dengan berbagai regulasi antidumping dan kampanye nasionalisme ekonomi. Di Jepang, masyarakat secara sukarela menolak membeli produk asing sebagai bentuk loyalitas ekonomi nasional,” ujarnya Sabtu 12 April 2025.
Bagaimana dengan Indonesia?
Heppy Trenggono menjelaskan, keterbukaan yang terlalu lebar, membuat kita harus menyaksikan kejatuhan demi kejatuhan di sektor industri strategis pada hari ini. Lebih dari 60 perusahaan tekstil tutup, 14.000 tenaga kerja kehilangan pekerjaan, pabrik baja nasional gulung tikar karena kalah bersaing dengan baja murah dari luar.
“UMKM pun megap-megap, omzet turun hingga 60%, pasar diserbu produk impor bahkan pakaian bekas ilegal yang melenggang bebas di pasar,” terangnya.

Pemimpin Gerakan Beli Indonesia Dr (HC) Heppy Trenggono, M.Kom
Heppy Trenggono menambahkan, inilah ironi besar negeri yang memiliki lebih dari 280 juta penduduk—pasar domestik terbesar keempat di dunia—namun belum menyadari bagaimana memanfaatkan kekuatannya sendiri.
Kehidupan ekonomi masih banyak bergantung pada kekuatan luar. Absennya pembangunan karakter bangsa membuat masyarakat terbiasa tidak peduli apakah yang dibeli produk anak bangsa atau produk asing.
“Bahkan, juga tidak peduli kalaupun produk asing itu payah dalam kualitas, atau berasal dari praktik curang seperti undervaluation atau dumping yang meruntuhkan pelaku ekonomi dalam negeri,” ungkapnya.
baca juga : Jusuf Kalla Sebut, Tarif Impor Trump 32 Persen Tak Akan Berefek Besar Bagi Indonesia
Presiden Indonesia Islamic Business Forum (IIBF) ini menambahkan, masih ingatkah bagaimana sekaliber BUMN Merpati memborong pesawat MA 60 dari China? Yang akhirnya jatuh satu per satu. Padahal tahu kita memiliki IPTN yang mampu membuat pesawat jauh lebih hebat dari China. Kasus pesawat ini menceritakan bagaimana tidak pedulinya bangsa ini, sekaligus menunjukkan begitu susahnya produk anak bangsa hidup di negeri sendiri. Dunia politik yg dipenuhi gymic, menjadikan produk nasional hanya sebagai konten.
“Kasus mobil nasional misalnya, begitu hingar bingar di awal namun ternyata nol dalam praktek. Menunjukkan bahwa pembelaan terhadap produk anak bangsa belum menjadi kesadaran dalam pembangunan ekonomi nasional,” jelasnya.