Kebijakan ‘Blunder’ Bahlil dan Pertaruhan Masa Depan Pertamina

Oleh: Yakub F. Ismail

KORANMAKASSAR.COM — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia belakangan mendapat sorotan tajam lantaran mengeluarkan kebijakan terkait bahan bakar minyak (BBM) yang dinilai berpotensi merugikan Pertamina dan pihak swasta.

Sebenarnya langkah yang diambil Bahlil bertujuan untuk mengatur distribusi dan harga BBM di Indonesia. Keputusan ini sekilas terdengar baik dan cukup masuk akal dalam konteks Indonesia saat ini.

Namun, siapa sangka, ternyata banyak pihak menilai kebijakannya itu tidak mempertimbangkan kondisi pasar dan kebutuhan industri dalam negeri.

Implikasinya jelas, di mana muncul kekhawatiran terkait gangguan stabilitas pasokan dan harga BBM di dalam negeri yang belakangan sangat terasa.

Beberapa SPBU milik swasta terlihat tidak lagi melayani pelanggan karena tidak ada pasokan BBM. Sementara, sebagian lainnya hanya mengandalkan stok alakadarnya.

Tidak hanya itu, Pertamina, selaku perusahaan energi milik negara, juga diperkirakan akan mengalami kerugian imbas dari kebijakan ini.

Sebab, pengaturan harga yang tidak sesuai dengan kondisi pasar dalam negeri dapat mengurangi margin keuntungan dan mengganggu operasional perusahaan.

Lantas, bagaimana memaknai persoalan ini dan langkah solutif apa yang mesti diambil?

Baca Juga : Pertamax Turbo Disediakan dalam Ajang Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025

Dampak Kebijakan

Kebijakan yang semula diharapkan mampu memperkuat kemandirian sektor energi nasional justru dalam kenyataannya kontraproduktif terhadap pelaku usaha, khususnya pihak swasta yang berperan penting dalam memperluas distribusi energi di berbagai daerah.

Memang diakui, regulasi baru ini cenderung membatasi ruang gerak swasta untuk mendapatkan pasokan BBM selain melalui Pertamina, dinilai semakin mempersempit ruang akses dan menghambat aktivitas operasional industri maupun sektor transportasi yang sangat bergantung pada pasokan energi yang lebih stabil.

Apa yang belakangan dikeluhkan pihak swasta imbas dari kebijakan ini yakni sulitnya mendapatkan BBM dengan harga dan volume yang memadai.

Padahal, keterlibatan sektor swasta sejauh ini sangat dibutuhkan terutama dalam membantu memperlancar rantai distribusi energi nasional yang tidak bisa spenuhnya dilakukan Pertamina.

Dengan demikian, adanya pembatasan ini justru menimbulkan efek domino yang luar biasa. Mulai dari meningkatnya biaya transportasi hingga menurunnya efisiensi produksi di sektor riil.

Dalam konteks yang lebih besar, kebijakan ini tidak hanya menghambat distribusi BBM dalam negeri, melainkan juga berpotensi menekan daya saing usaha nasional, karena pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) adalah pihak paling terdampak akibat ketidakstabilan pasokan dan harga BBM saat ini.

Kondisi ini sebelumnya pernah juga dialami provinsi Banten, ketika muncul pengetatan pasokan gas yang membuat sejumlah industri mengalami masalah serius kelangkaan energi atau bahan bakar untuk memutar roda industri.

Harusnya, dari pengalaman Banten ini pemerintah belajar tentang pentingnya kelonggaran dalam distribusi BBM, alih-alih membuat satu pintu yang ujungnya mempersulit ruang gerak distribusi itu sendiri.

Komentar