oleh

11 Januari 1942 : Jepang Mendarat Pertama Kali di Tarakan

koranmakassarnews.com — Pertempuran Tarakan terjadi pada tanggal 11-12 Januari 1942, sehari setelah Kekaisaran Jepang mendeklarasikan perang terhadap Kerajaan Belanda. Meskipun Tarakan hanya sebuah pulau berawa kecil di sebelah timur laut Borneo (sekarang dibagi antara Kalimantan, Indonesia dan Malaysia Timur, Malaysia) di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), fasilitas 700 sumur minyak, kilang, dan pangkalan udara (Lanud) nya menjadikan pulau ini salah satu tujuan penting bagi Jepang dalam Perang Pasifik

Meskipun posisinya terletak di tepi terpencil koloni Hindia Belanda dan hanya berdiameter 25 mil persegi, penemuan minyak pada kedalaman yang relatif rendah di bawah tanah (50 hingga 300 meter) membawa makna besar bagi Tarakan.

Pamoesian (Pamusian) di sisi barat pulau menjadi lokasi pengeboran utama sebelum perang, di mana sekitar 700 sumur minyak didirikan oleh Bataafse Petroleum Maatschappij (BPM; “Perusahaan Minyak Batavia”). Di sekitar lokasi pengeboran, perumahan untuk karyawan Eropa BPM dan penduduk Tionghoa didirikan. Di posisi utara, BPM juga mendirikan lokasi pengeboran lain di Djoeata (Juwata). Pada saat ini, sumur-sumur minyak tersebut telah menjadi sumber kehidupan bagi penduduk Tarakan.

baca juga : 10 Januari 1966 : Aksi Demonstrasi Suarakan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat)

Terlepas dari kelaziman karena produksi besar-besaran ini, selama masa sebelum perang, sebagian besar medan berbukit Tarakan di pusat pulau, serta garis pantai berawa di timur tetap pada keadaan alami mereka. Jaringan jalan hanya terbatas untuk menghubungkan lokasi pengeboran Pamoesian dan Djoeata dengan fasilitas pelabuhan di Lingkas di barat dan Lanud dengan landasan pacu sepanjang 1.500 m di utara.

Seiring bertumbuhnya produksi minyak, Belanda mulai merenungkan akan kemungkinan agresi militer Jepang, dan kebutuhan untuk melindungi fasilitas pulau, jika hal itu terjadi.

Pada tahun 1923, sebuah kompi infantri ditetapkan di Tarakan untuk menjadi pasukan penahan selama penghancuran kilang minyak dan instalasi produksi lainnya jika terjadi serangan yang tidak terduga. Ketegangan internasional yang meningkat memaksa perusahaan untuk diperkuat menjadi pasukan seukuran batalion.

Pada tahun 1930, Komite Pertahanan Pelabuhan Minyak dibentuk, dengan tujuan untuk menganalisa pertahanan pelabuhan minyak utama di Hindia Belanda. Secara alamiah, Komisi ini menyimpulkan bahwa kehadiran pasukan yang lebih besar dari kompi di Tarakan adalah kebutuhan mutlak.

baca juga : 9 Januari 1949 : Pasukan Khusus KNIL Demobilisasi, Westerling Mendirikan APRA

Pada tahun 1933, sebuah “Detasemen Bala Bantuan” tiba dari Jawa untuk meningkatkan pertahanan Tarakan, ketika ketegangan di Pasifik pada saat itu sedang meningkat. Setelah 4 bulan, detasemen ini dikirim kembali dan hanya baru di 1934 sebuah batalion berkekuatan penuh dengan senjata tambahan datang untuk mempertahankan Tarakan.

Sebelum Perang Dunia Kedua, Tarakan memproduksi sekitar 6 juta barel minyak per tahun,atau sekitar 16% dari total konsumsi minyak tahunan di Jepang. Konteks ini menjadikan pulau tersebut salah satu tujuan utama militer Jepang (terutama Angkatan Laut Kekaisaran Jepang) dalam rencana mereka untuk menduduki Hindia Belanda pada tahun-tahun menjelang perang. (Sumber Wikipedia)