Dengan pengalaman mengatasi pandemi COVID-19 hampir 10 bulan terakhir, sudah banyak yang bisa dipelajari dan diambil hikmahnya. Muaranya, jika kelak kemudian hari terjadi pandemi serupa, akan mempermudah pemerintah pusat dan daerah untuk bekerja lebih baik karena didukung regulasi dan payung hukum dalam melaksanakan tanggungjawabnya.
Yang tak kalah penting adalah pelibatan unsur-unsur lain, seperti TNI/Polri. Menurut Doni, hal itu harus diakomodir, mengingat penanganan pandemi diperlukan keterlibatan semua elemen bangsa, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, didukung komponen bangsa lain termasuk TNI/Polri dan tokoh-tokoh masyarakat di berbagai daerah.
Ke depan, lanjut Doni, seluruh komponen tersebut harus bekerja lebih keras untuk dapat menjelaskan tentang bahaya COVID-19 kepada publik. Sebab, masih ada 15 persen masyarakat yang belum percaya bisa tertular COVID-19. Ini perlu dilakukan pendekatan dengan melibatkan para tokoh melalui nilai-nilai kearifan lokal di setiap daerah.
“Pemerintah harus mendapatkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat, termasuk tokoh-tokoh yang ada di daerah. Setiap persoalan yang ada dalam menghadapi dinamika yang ada di daerah tentu tidak terlepas dari peran tokoh-tokoh non formal. Kita ke depan harus bisa bekerja lebih keras, untuk bisa menjelaskan bahaya COVID-19 ini kepada publik kepada masyarakat. Karena 15 persen masyarakat kita masih ada yang belum percaya tentang COVID-19,” kata Doni.
Doni mencontohkan keberhasilan program Citarum Harum, yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama, budayawan, akademisi, para pakar, relawan hingga ke ketua RT dan RW. Apabila kerjasama seperti Citarum Harum diadopsi dalam penanganan COVID-19, niscaya kita lebih mudah dalam menyelesaikan persoalan pandemi.
Pandemi COVID-19 merupakan persoalan kolektif, sehingga penanganannya pun harus saling bekerja sama antarelemen bangsa. Dalam urusan penanganan COVID-19, seluruh unsur harus terlibat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh PKS dalam menaruh perhatian besar terhadap upaya untuk memutus mata rantai COVID-19. Perhatian itu, salah satunya dibuktikan dengan pembentukan Tim COVID-19 PKS yang diketuai Dr Netty.
baca juga : Satgas Covid-19 Sebut Pentingnya Komunikasi Terstruktur Dalam Program Vaksinasi
Kebetulan, Doni Monardo mengenal baik Dr Netty. Sebab, saat menggagas dan menggulirkan program Citarum Harum, Doni menjabat Pangdam III/Siliwangi, sementara Dr Netty adalah Ketua Dharma Wanita Pemprov Jawa Barat. Benar, Netty adalah istri Gubernur Jawa Barat dua periode ketika itu: Ahmad Heryawan yang akrab disapa Aher.
Berkat program Citarum Harum, kini sungai yang dulu dijuluki ‘the world’s dirtiest river’, sungai terkotor di dunia. Kini, sungai sepanjang sekitar 290 km itu berangsur-angsur jernir. Ikan-ikan yang dulu punah, kini bermunculan.
Di beberapa anak sungai Citarum, bahkan sudah dipakai berenang anak-anak dan sarana rekreasi keluarga.
“Semoga kerja sama itu bisa kita lanjutkan ya, Bu Netty. Setelah Citarum Harum, sekarang untuk menanggulangi pandemi COVID-19,” kata Doni kepada Netty.