Dari hasil penelitian yang dilakukan di 132 negara, seluruhnya mengatur lembaga Kejaksaan dalam konstitusi mereka.
“Jadi, kerinduan ini tidak berlebihan. Inilah bentuk negara hukum. Ini adalah jaminan kemandirian Kejaksaan. Ini harus menjadi catatan bersama. Ini saat yang tepat agar keberadaan Kejaksaan semakin proporsional dalam konstitusi,” tegas dia.
Di sisi lain, Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Prof Masdar Hilmy, menilai tak perlu alergi dengan wacana amandemen ke-5 konstitusi yang kini tengah menggelinding deras menjadi isu nasional.
Dikatakannya, Indonesia bukan tak memiliki sejarah amandemen konstitusi. Dari catatannya, sudah beberapa kali amandemen konstitusi dilakukan. Sebagai perguruan tinggi, Masdar menilai lembaganya tak anti terhadap wacana amandemen konstitusi.
“Kami melihatnya dalam konteks dorongan normatif untuk kemajuan bangsa. Pemikiran untuk kemajuan bangsa itu merupakan domain kami. Dan, amandemen dalam sejarah konstitusi kita bukan tidak ada presedennya sama sekali,” katanya.
baca juga : Kunjungi Ponpes Ar-Roudhoh Bogor, Ketua DPD RI Ajak Ulama Sosialisasikan Pentingnya Amandemen ke-5
Dikatakan Masdar, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara proses amandemen merupakan hal yang lumrah terjadi.
“Maka, perubahan struktur kebangsan kita bukan aib yang harus dihindari, karena kita pernah melakukannya,” tegas dia.
Ia menilai dalam situasi kekinian, amandemen konstitusi bisa saja diperlukan dalam konteks menyempurnakan apa yang kurang.
“Kita sebagai elemen bangsa menganggap perubahan yang mengarah pada kondisi perbaikan kebangsaan yang didasari pada itikad dan komitmen pada perbaikan bangsa sejalan dengan prinsip agama,” papar dia.