Regulasi Digital, IMO Indonesia Desak Dewan Pers Akomodir Semua Atau Bentuk Lembaga Baru

Kemudian, pada Pasal 6 Tata cara dan mekanisme pengukuran kehadiran signifikan Perusahaan Platform Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditetapkan oleh Dewan Pers setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

Sementara, perpres non-Dewan Pers, dalam Pasal 6, menyebutkan, Badan Pelaksana dapat menetapkan satu atau lebih Perusahaan Platform Digital yang memiliki Layanan Platform Digital tertentu sebagai pihak yang diberi kewajiban untuk mencapai kesepakatan Remunerasi dengan Perusahaan Pers.

Dari perbedaan argumentasi kedua perpres dapat ditarik benang merah bahwa kedua usulan regulasi memiliki titik tekan berbeda dalam hal tanggung jawab kerja sama antara lembaga pers dan perusahaan platform digital.

Yang satu menekankan agar tanggung jawab itu tetap pada Dewan Pers, sedangkan yang lainnya menginginkan agar diserahkan kepada lembaga baru.

Kaitan dengan itu, Yakub berpandangan bahwa masing-masing perpres usulan memiliki plus minus yang patut dikritisi.

Pertama, menurut dia, untuk perpes yang diajukan Dewan Pers belum terlihat adanya itikad untuk memberi ruang lebih kepada organisasi pers yang belum terverifikasi (nonunsur) dalam memperjuangkan nasib dan kepentingannya.

“Dari awal kita harapkan agar Dewan Pers minimal memberi ruang kepada konstituen nonunsur agar ikut menentukan arah kebijakan pers maupun beragam kepentingan lainnya. Minimal, Dewan Pers membuat kluster khusus bagi media-media nonunsur dalam hal hak dan kewajiban sebagaimana yang selama ini diperoleh media-media yang telah terverifikasi. Singkatnya, kita ingin agar Dewan Pers mengakui dulu deh kehadiran media-media nonunsur ini agar memiliki hak dalam menyambung hidupnya melalui kerja sama dengan industri platform digital, meskipun haknya tidak harus sama dengan yang sudah terverifikasi,” tandasnya.

Jadi sekiranya saja kewenangan tersebut tetap ada pada Dewan Pers tentunya harus diimbangi oleh manfaat signifikan yang dapat diperoleh serta dirasakan secara langsung oleh konstituen yang selamai ini belum dan tidak terakomodir oleh Dewan Pers.

baca juga : Draf Perpres Media Berkelanjutan, IMO-Indonesia Minta Dewan Pers Berlaku Adil

Sebab kata dia, jika tidak kewenangan yang akan bertambah besar tersebut bisa menjadi mubazir dan tidak memberikan maslahat kepada konstituen khususnya di sektor online

Menanggapi dinamika draf perpres tersebut, Staf Khusus Hukum Wakil Presiden Republik Indonesia Firman Wijaya mengatakan pihaknya lebih cenderung mendorong rumusan rancangan perpres yang akomodatif, responsif, progresif serta antisipatif.

“Tentunya dengan model keseimbangan dan kendali regulatif dengan trianggle model konstituen Dewan Pers, Industri Pers dan Tokoh Masyarakat,” kata Fiman.

Alasan Firman mengapa mendukung konsep triangle konstituen sebagaimana terdapat dalam perpres non-Dewan Pers lantaran konsep tersebut jauh lebih realistis dibandingkan dengan yang diajukan Dewan Pers. (*)