oleh

Strategi Pengelolaan Karbon Biru di Indonesia

JAKARTA, koranmakassarnews.com — Ekosistem pesisir di Indonesia terutama mangrove, padang lamun dan kawasan rawa payau memiliki potensi cadangan karbon biru yang sangat besar, yaitu sebagai penyerap serta penyimpan karbon alami yang kapasitasnya melebihi hutan tropis daratan. Guna menyusun persepsi bersama terkait konsep pengelolaan dan pengembangan karbon biru di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali menyelenggarakan Diskusi Pojok Iklim pada Hari Rabu 7 Juli 2021 dengan mengangkat tema “Strategi Pengelolaan Karbon Biru di Indonesia”.

Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmadja, menyampaikan dalam sambutannya bahwa Indonesia memiliki basis sumber daya alam dan potensi karbon biru yang sangat kaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini didukung oleh fakta bahwa wilayah Indonesia meliputi lebih dari 60% dari total wilayah Coral Triangle dunia, yang terutama didominasi oleh bagian timur Indonesia. Pemerintah saat ini sudah melakukan rehabilitasi mangrove sebagai salah satu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Dunia sedang mengalami akselerasi perubahan iklim, dan perekonomian dunia akan menyesuaikan dengan tantangan tersebut. Dengan potensi ekonomi dan ekologi yang sangat besar, kita harus mengatur mindset bahwa Indonesia merupakan negara climate super power,” ujar Sarwono.

Kemudian, Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air, Kementerian PPN/BAPPENAS, Nur Hygiawati Rahayu, menyampaikan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, perubahan iklim masuk ke dalam Prioritas Nasional 6 dengan program prioritas yaitu pembangunan rendah karbon dan peningkatan ketahanan bencana dan iklim. Proyek antar kementerian dan lembaga dalam hal ini antara lain rehabilitasi mangrove. Secara umum, tantangan tata kelola mangrove adalah degradasi ekosistem, kurangnya data dan metodologi terstandardisasi, serta kurangnya kapasitas teknis, koordinasi, pendanaan dan pilot project.

“Strategi pengelolaan lahan basah dapat dilakukan dengan memperkuat database, kolaborasi berbagai pihak, merancang strategi dan mengintregasikan peta jalan, serta mengkonsentrasikan pemberdayaan masyarakat dan penataan ruang,” ujar Nur.

Selanjutnya, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, KKP, Andi Rusandi menyampaikan bahwa ekosistem karbon biru berpotensi menyerap 50% karbon yang ada di atmosfer. Perluasan kawasan konservasi perairan dengan target 32,5 juta hektar di tahun 2030, ditargetkan setidaknya 20 juta hektar yang dikelola dengan baik sehingga ekosistem mangrove dan lamun dapat berfungsi secara optimal. Saat ini setidaknya 92,73% ekosistem lamun sudah masuk ke dalam kawasan konservasi. Penetapan kawasan konservasi sebagai legal basis yang kuat membutuhkan pengelola, SDM, dan anggaran.