oleh

28 November 1975 : Timor Timur Proklamasi Kemerdekaan Dari Portugal

koranmakassarnews.com —- Timor Timur (disingkat Timtim, bahasa Tetun: Timor Lorosa’e) adalah sebuah provinsi Indonesia yang pernah berdiri dari tanggal 17 Juli 1976 hingga 19 Oktober 1999. Ibu kotanya adalah Dili. Timor Timur berintegrasi dengan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah dijajah selama 450 tahun oleh Portugal. Wilayahnya meliputi wilayah bekas koloni Portugal di Pulau Timor yang dianeksasi oleh militer Indonesia melalui sebuah operasi yang dikenal sebagai Operasi Seroja.

Dari tahun 1702 hingga 1975, Timor Timur adalah bagian dari imperium Portugal yang bernama Timor Portugis. Pada tahun 1974, Portugal memprakarsai proses dekolonisasi bertahap dari sisa wilayah koloninya, termasuk Timor Portugis. Selama proses tersebut, konflik sipil antara berbagai pihak di wilayah ini meletus. Pada tahun 1975, atas berbagai masukan dari sejumlah tokoh di Timor Portugis, Indonesia mulai menganeksasi wilayah ini, menyatakannya secara resmi sebagai provinsi ke-27 di tahun 1976, dan mengubah namanya menjadi Timor Timur.

Timor Timur secara resmi merdeka menjadi negara Timor Leste pada 20 Mei 2002 setelah referendum yang diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999 menghasilkan 78,5% pemilih memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia.

Kedatangan bangsa Portugis di Timor tidak sepenuhnya diterima oleh penduduk pribumi setempat. Perlawanan terhadap kolonialisme Portugis ini mulai muncul pada pertengahan abad ke-20. Salah satu perlawanan yang kemudian muncul adalah Pemberontakan Viqueque. Pemberontakan ini terjadi karena banyak penduduk pribumi yang merasa bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada pemerintah kolonial terlalu banyak menekan mereka.

Pemberontakan bermula dari keadaan pasca Perang Dunia II, di mana saat itu negara tetangga Timor Timur yakni Indonesia menyatakan kemerdekaannya melalui Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Berita kemerdekaan Indonesia ini kemudian tersebar ke seluruh dunia dan sampai ke Timor Timur.

Di tahun 1953, beberapa tokoh di Timor Timur mendengar kabar kemerdekaan yang telah terjadi dengan saudara-saudaranya yang ada di Timor Barat. Para tokoh ini kemudian mendengar bahwa pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955, yang melahirkan keputusan mendukung kemerdekaan dari penindasan kolonial bagi setiap bangsa.

Pada tahun 1955 itu juga sebenarnya sudah ada rencana pemberontakan dari pemuda-pemuda di Dili. Para pemuda itu lalu menyebarluaskan rencananya ke seluruh wilayah Timor Timur. Mulai perlahan-lahan lahir perasaan nasionalisme di kalangan pemuda-pemuda Timor Timur.

Pada awal November 1975, menteri luar negeri dari Portugal dan Indonesia bertemu di Roma, Italia untuk membahas penyelesaian konflik. Meskipun tidak ada pemimpin dari Timor Timur yang diundang ke pembicaraan, FRETILIN mengirim pesan yang menyatakan keinginan mereka untuk bekerja sama dengan Portugal. Pertemuan berakhir dengan kedua pihak sepakat bahwa Portugal akan bertemu dengan para pemimpin politik di Timor Timur, tetapi pertemuan itu tidak pernah terjadi. Frustrasi oleh kelambanan Portugal, para pemimpin dari FRETILIN percaya bahwa mereka dapat menangkis kemajuan yang dicapai Indonesia dengan lebih efektif jika mereka mendeklarasikan Timor Timur yang merdeka.

Komisaris Politik Nasional Marí Alkatiri melakukan perjalanan diplomatik ke Afrika, mengumpulkan dukungan dari pemerintah di sana dan di tempat lain. Menurut FRETILIN, upaya ini menghasilkan jaminan dari dua puluh lima negara, termasuk Tiongkok; Uni Soviet; Mozambik; Swedia; dan Kuba untuk mengakui negara baru yang akan didirikan.

baca juga : 27 November 1895 : Alfred Benhard Nobel Tandatangani Surat Wasiat Serahkan Hartanya Untuk Penghargaan Nobel

FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan memproklamirkan kemerdekaan Timor Timur secara sepihak pada tanggal 28 November 1975, menyebutnya sebagai República Democrática de Timor-Leste (bahasa Portugis untuk “Republik Demokratik Timor Leste”) dan mengangkat Francisco Xavier do Amaral sebagai Presiden. Proklamasi yang belakangan didukung oleh Portugal ini tidak diakui oleh pemerintah Indonesia yang sebelumnya telah mencapai kesepakatan dengan pihak Portugal dalam pertemuan di Roma.

Sejurus selepas itu, partai pro-integrasi, yakni APODETI; UDT; Trabalhista; dan KOTA segera mengadakan proklamasi tandingan di Balibo pada tanggal 30 November 1975 yang menyatakan bahwa Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia.

Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araújo (APODETI) dan Francisco Xavier Lopes da Cruz (UDT). Pernyataan sikap politik keempat partai diiringi dengan persiapan pembentukan pasukan gabungan yang direkrut dari para pengungsi yang jumlahnya sekitar 40 ribu orang. Dari perbatasan Timor Barat, pasukan yang terdiri dari para pengungsi ini kembali ke Timor Timur dan menyerang kedudukan pasukan FRETILIN secara bergerilya.

Beberapa pihak dari kalangan pro-kemerdekaan kemudian menuduh deklarasi yang diadakan oleh kalangan pro-integrasi di Balibo dan pasukan-pasukan gabungan yang direkrut dari para pengungsi sengaja dirancang oleh intelijen Indonesia, dengan maksud untuk memperkuat legitimasi Indonesia menyerbu wilayah Timor Timur. (sumber wikipedia)