Bukankah suara 1 profesor dalam kotak suara memiliki nilai yang sama dengan suara 1 petani tamatan SD?
Kedua, pertimbangan hadir atau absen dalam debat capres/cawapres adalah menghindari resiko penurunan dukungan elektabilitas. Acapkali kali ini terjadi di banyak negara.
Pasangan capres atau cawapres yang sudah sangat populer sekali sebagai front runner, memimpin sementara dukungan publik berdasarkan survei yang kredibel, mereka justru menghindari hadir dalam perdebatan yang bukan dilakukan oleh lembaga resmi, sejenis KPU.
Dalam perdebatan capres/cawapres yang cepat, selalu mungkin salah ucap, tak siap menjawab serangan yang tak terduga, terpancing emosi, dan lain sebagainya.
Kesalahan ini segera diviralkan dan disebarkan seluasnya oleh pihak kompetitor dan sompatisannya. Kesalahan itu dapat dikapitalisasi semasif mungkin.
Sebaliknya, pasangan capres atau cawapres yang sedang berada di posisi underdog justru umumnya memanfaatkan berbagai undangan debat capes atau cawapres.
Jika beruntung bisa menang telak dalam perdebatan terhadap pasangan capres/cawapres favorit, itu menjadi medium paling mudah bagi pasangan underdog untuk menaikkan elektabiltas.
Wajar jika Prabowo- Gibran yang kini sedang berada di puncak elektabilitas menghindari debat capres/cawapres yang bukan dibuat oleh KPU. Sebaliknya, Anies/Muhaimin yang sedang dalam posisi underdog justru lebih rajin menghadiri perdebatan capres/cawapres.
baca juga : Denny JA: Prediksi Intelijen Hendropriyono Jika Prabowo Gibran Menang di Pilpres, Benarkah?
Ketiga, kini hadir medium lain bagi capres/cawapres untuk menyampaikan gagasan, yang kurang beresiko. Misalnya, pidato atau wawancara yang lebih diatur dan direkam sebelumnya.
Medium ini bisa diedit dan diperbaiki terus menerus sebelum dilemparkan ke publik. Efek pidato dan wawancara yang dikemas juga tak kalah hebatnya.
Lebih mendasar dari itu, kompetisi menjadi presiden dan wakil presiden memang bukanlah lomba berdebat semata. Banyak kasus mereka yang kuat dalam gagasan dan wacana, yang hebat dalam oratory bicara, tapi bukan man of action. Begitu pula sebaliknya.
Hadir dan tidak hadir memenuhi undangan berdebat yamg diselenggarakan oleh aneka lembaga selain KPU, bukan masalah menghormati atau tak menghormati pihak pengundang. Tapi itu semata pertimbangan strategis berdasarkan perhitungan elektoral. *