“Diperlukan pengawalan dari pusat sehingga target konservasi sama-sama dapat dicapai antara pusat dan daerah. Inovasi, kolaborasi, penyadartahuan menjadi poin penting dalam usaha konservasi ini,” ujar Andi.
Disamping itu, Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3, Novrizal Tahar, menyampaikan bahwa sampah merupakan salah satu ‘predator’ bagi ekosistem pesisir di Indonesia. Timbulan sampah di lautan berasal dari kebocoran sampah dari daratan ke perairan serta aktivitas di lautan. Saat ini, Indonesia sedang mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut, bahwa Indonesia akan menurunkan sampah laut sebesar 70% pada tahun 2025. Rencana aksi yang dilakukan meliputi lima kelompok kerja yang terintegrasi dengan berbagai lembaga.
“Hingga tahun 2020, dapat kita pastikan terjadi penurunan sampah laut sebesar 15,30%, sehingga ini menunjukkan adanya upaya dan masifnya gerakan untuk memastikan sumberdaya karbon biru terjaga dengan baik. Potensi untuk menjadi negara super power dengan tiga hamparan mangrove, lamun, dan terumbu karang akan sia-sia jika kita tidak menangani persoalan sampah laut,” ujar Novrizal.
Lebih lanjut, Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring Pelaporan Verifikasi, Ditjen PPI, KLHK, Syaiful Anwar menyampaikan bahwa karbon biru atau coastal wetland perlu menjadi pertimbangan dalam menghitung keluaran dan serapan emisi GRK Indonesia. Untuk membangun mutual trust dan confidence sebagaimana dalam mekanisme Enhanced Transparency Framework, negara-negara diminta untuk menyampaikan laporan inventarisasi emisi GRK nasional sesuai pedoman dari IPCC. Dalam hal ini, mangrove yang diinventarisasi tidak hanya hutan mangrove saja, tapi juga mangrove di lahan yang tidak berhutan.
“Mulai tahun 2021, carbon pool mangrove akan ditambah dengan tanah mangrove, karena mangrove sebagai vegetasi pesisir mampu menyimpan karbon dalam tanah hingga 78%. Kalau mangrove tidak di konservasi dan malah dikonversi, akibatnya mangrove dapat menjadi emitter (GRK),” ujar Syaiful.
baca juga : Sukses Co-Firing 17 PLTU, PLN Hasilkan Energi Hijau Setara 189 MW
Penasihat Senior Menteri LHK, Efransjah dalam sambutan penutupnya menyampaikan bahwa Indonesia perlu mengetahui komunitas karbon biru yang dimiliki, salah satunya dengan inventarisasi GRK. Harapannya, vegetasi mangrove dapat menyumbang angka pengurangan karbon. Segala strategi umum, instrumen hukum, dan pengelolaan dalam upaya menjaga kesehatan lahan basah serta pengelolaan sampah dengan demikian perlu diseksamai sedemikian rupa sebagai fokus kontribusi aksi mitgasi dan adaptasi perubahan iklim.
Diskusi yang dipandu oleh Kepala Sub Direktorat Pemantauan Pelaksanaan Migitasi, Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Ditjen PPI KLHK, Yulia Suryani ini dihadiri oleh lebih dari 530 peserta yang terdiri dari Kementerian/Lembaga, organisasi non-pemerintah, perguruan tinggi, sektor privat dan individu. (*)