oleh

Tim Ad Hoc AHWA Bentukan Kementerian Agama Ke Sulsel, Ini yang Dilakukan

WAJO, koranmakassarnews.com — Tim Ad Hoc Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) bentukan Kementerian Agama memulai tugasnya kebeberapa daerah di Indonesia melakukan penjaringan bakal calon Majelis Masyayikh.

Di Provinsi Sulawesi Selatan, 3 dari 9 orang Anggota AHWA yaitu KH. Abdul Waidl, KH. Ahmad Taufiq dan KH. Luthfi Tomafi didampingi Kepala Bidang PD. Pontren, Mulyadi berkunjung ke dua pondok pesantren, Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kab. Maros dan Pondok Pesantren As’adiyah Kab. Wajo, sabtu-senin, 19-21 Mei 2021.

Kepala Bidang PD. Pontren Kanwil Kemenag Sulsel, H. Mulyadi menjelaskan bahwa AHWA merupakan Tim yang diberi kewenangan sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 untuk memilih anggota majelis Masyayikh yang akan menjadi asesor dari penjaminan mutu Pendidikan pesantren.

Majelis Masyayikh diberi kewenangan menentukan kurikulum pesantren, merumuskan kriteria mutu Lembaga dan lulusan pesantren, kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan, penilaian dan evaluasi serta memeriksa keabsahan ijazah santri yang dikeluarkan oleh pesantren, tutur Mulyadi saat menyampaikan sambutannya.

Dihadapan pengasuh pesantren, secara bergiliran Tim AHWA menuturkan maksud kedatangan mereka terkait tugas dan tanggung jawab yang diemban melakukan penjaringan bakal calon majelis masyayikh sekaligus menyerap aspirasi pesantren upaya mewujudkan Pendidikan pesantren yang bermutu dalam berbagai aspeknya.

baca juga : Kemenag Sulsel Berduka, Kepala Kantor Kemenag Tana Toraja Meninggal Dunia

Menurut KH. Luthfi Tomafi, Selama ini pesantren banyak kehilangan momentum menempatkan santrinya mengisi berbagai ruang publik di negeri ini hingga terbitlah UU 18 tahun 2019 tentang Pesantren untuk memberikan rekognisi, afirmasi dan fasilitasi kepada pesantren berdasarkan tradisi dan kekhasannya yang kemudian dibreakdown oleh Peraturan Menteri Agama yang salah satu point pentingnya memutuskan perlu membentuk majelis masyayikh untuk menjembatani, memediasi dinamika yang berkembang di pesantren.

Sementara itu, KH. Ahmad Taufiq menuturkan bahwa yang dipersyaratkan oleh Undang-undang, Majelis Masyayikh terdiri antara 9 hingga 17 orang yang diberi mandat untuk menyusun kerangka dasar kurikulum pesantren yang artinya standar nasional minimal sehingga pesantren dapat dikatakan sebagai Lembaga Pendidikan pesantren sekaligus membedakan pesantren dengan Lembaga Pendidikan lainnya.

Bagaimana menentukan Majelis Masyayikh ?

PMA menyebutkan ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam menentukan Majelis Masyayikh, pertama harus mencerminkan proporsionalitas yang kemudian didefenisikan proporsionalitas dari sisi jumlah pesantren, jumlah santrinya dan geografisnya, untuk itulah mengapa AHWA kemudian menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia karena harus ada representasi yang proporsional dari berbagai wilayah tersebut.

Kedua, Majelis Masyayikh harus memenuhi rumpun keilmuan Agama Islam, ada 9 rumpun keilmuan agama islam yakni Tafsir, Ilmu Tafsir, Bahasa Arab, Hadits, Ilmu Hadits, Nahwu, Sharf, serta Fiqh dan Ushul Fiqh yang kemudian secara proporsional Majelis Masyayikh harus terdiri dari para pakar yang mengisi setiap elemen keilmuan Agama Islam.

Mengamini penjelasan sebelumnya, KH. Abdul Waidl menambahkan, dengan hadirnya Majelis Masyayikh diharapkan ada capaian standar yang dapat memberi akses yang luas agar lulusan-lulusan pesantren dapat diakui secara merata, tetapi kualitasnya juga harus bisa memungkinkan mendapat banyak hal dalam Pendidikan ini. (*)