oleh

Denny JA Usukan Koalisi Partai Semi Permanen 20 Tahun Dipimpin Golkar dan Gerindra

Tapi dalam kekuasaan 2024-2029, capres PDIP dikalahkan oleh capres yang diajukan Gerindra, Golkar dan partai lainnya.

Apa yang terjadi dengan pertumbuhan partai politik di negara kita? Mengapa partai pemenang pemilu bertambah kecil?

Apakah ini gambaran dari semakin susahnya orang percaya pada partai? Era orang susah setia kepada partai politik kah ini?

Menurut Denny, terminologi ilmu politik, ada yang disebut party ID, party identification. Di Amerika Serikat, dari 100% pemilih itu, 60% warga loyal kepada partainya.

Sejak lama, dia pilih Demokrat dan terus pilih Demokrat. Bahkan juga mendukung calon presiden Demokrat. Hal yang sama berlaku untuk Partai Republik. Hanya 40% saja yang mengambang.

Tapi kita sini, di Indonesia, rata-rata Party-ID nya hanya 30% saja. Sebanyak 70% pemilih mengambang bisa ke mana saja.

Apa efek rendahnya Party-ID? Akibat pertamanya adalah stabilitas koalisi di DPR. Bagaimanapun, siapapun presiden yang terpilih, dari partai manapun, ia memerlukan dukungan mayoritas DPR.

baca juga : Denny JA: Pemilu Curang, Efek Bansos Hingga Hak Angket

Tanpa dukungan mayoritas DPR, kebijakan presiden lumpuh. Jika mayoritas DPR beroposisi, UU yang diajukan presiden, dan APBN yang dikehendaki akan berlarut.

Untuk mendapatkan dukungan mayoritas DPR di tahun 1999, itu cukup memerlukan gabungan dua partai politik tertinggi saja. Jika PDIP itu (di atas 33%) dan Golkar (di atas 22%) bergabung, mereka sudah menjadi koalisi yang menguasai mayaritas kursi DPR.

Tapi di tahun 2024 ini, karena partai politik yang paling tinggi hanya memperoleh 17% , bahkan tiga partai politik menggabungkan suaranya, dukungannya masih kurang dari 50%.

Akibatnya, kebijakan publik lebih diwarnai oleh negosiasi kasuistik di parlemen. Satu kerangka besar public policy, apalagi satu legacy program yang perlu dukungan di atas lima tahun, itu akan susah untuk dibangun.

Negosiasi kebijakan publik tidak lagi pada ideologi, tak lagi pada platform, tapi pada hal-hal yang sifatnya sangat pragmatis saja.