oleh

Mantan Napiter Bom Sarinah Jakarta Asal Enrekang Menjadi Narsum Sosialisasi Deradikalisasi

“Perlu saya cerita sedikit mulanya saya bergabung dengan kelompok radikal berawal dari RPII ( Republik Persatuan Islam Indonesia) kemudian bergabung dengan NII, selanjutnya saya bergabung ke JAD, sayapun dan keluarga berangkat ke Filipina untuk berperang disana dan ada 9 ( sembilan) orang teman saya yang meninggal dalam perang tersebut. Bahkan saya juga terlibat dalam BOM Sarinah dengan memiliki peranan sebagai pembeli bahan peledak dan senjata sekitar 100 ( seratus) pucuk”, tutur Suryadi.

Perlu saya tegaskan melalui sosialisasi ini bahwa kelompok Terorisme tidak perna mengakui Pancasila dan UUD sebagai dasar negara karena itu merupakan aturan buatan Manusia. Kelompok terorisme juga menganggap bahwa Negara Indonesia itu Thought karena berdasar pada aturan buatan Manusia dan menganggap Kepolisian sebagai Ansor Thought sehingga kelompok terorisme memerangi kepolisian dan TNI, jelas Suryadi.

Di Indonesia ada 2 jenis terorisme dan cirinya sama yakni mengkafirkan Indonesia dan orang yang terlibat didalamnya yakni ISIS. Banyak orang termasuk Polri dan TNI yang terlibat Terorisme karena mereka sudah terpapar melalui media social. Kelompok Radikal ini melakukan propaganda di media sosial untuk mencari simpatisan dan itu susah untuk dibendung karena semua orang dapat mengakses nya.

“Untuk kita mengetahui ciri ciri orang yang sudah terpapar paham Radikalisme seperti tidak mau jawab salam kita, tidak mau sholat berjamaah di mesjid dengan jamaah lain, tidak mau makan ayam sembelihan orang lain karena beranggapan sembelihan orang kafir, Golput pada pilkada, Tidak mau mengibarkan bendera merah putih di depan rumahnya”, ungkapnya. (*)