oleh

Pelanggaran Konstitusi, BK DPD RI Didesak Panggil La Nyalla

Menurut Andy Fefta, pemecatan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Artinya tindakan pencopotan tersebut menyalahi tata kelola administrasi,” kata Any Fefta.

Dia mengungkapkan, ada dua unsur terjadinya maladministrasi dalam pencopotan Fadel dari kursi pimpinan MPR. Pertama, tidak ada prosedur administrasi yang dibuat dan disepakati. Kedua, sudah ada prosedur administrasi yang dibuat secara mendadak dan sepihak untuk mewujudkan kepentingan tertentu.

Dikatakannya, tindakan La Nyalla mencopot Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR RI dengan dalih “Mosi Tidak Percaya”, sangat mencoreng nama maupun marwah kelembagaan MPR.

“Itu tindakan sewenang-wenang, dan hal ini menodai MPR RI sebagai lembaga tinggi negara,” ujarnya.

Menurut Andy, seharusnya Badan Kehormatan MPR dapat melakukan panggilan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pencopotan Fadel Muhammad. Dia mengatakan, hal itu dilakukan agar masalah ini menemui titik terang.

Dia menambahkan, apabila peristiwa ini dibiarkan dan terus berlarut tanpa menemukan titik terang akan memberikan preseden yang buruk bagi MPR. Selain itu juga berdampak pada sistem di MPR dan DPD RI, karena telah ditunggangi oleh kepentingan pihak tertentu.

Sebelumnya, Pakar Kebijakan Publik yang juga ahli hukum Dr Drs Trubus Rahardiansyah SH MSi MH menyebut, apa yang dilakukan La Nyalla Mahmud Mattalitti melengserkan Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR RI telah melanggar konstitusi dan kesantunan publik.

baca juga : La Nyalla Mattalitti : Indonesia Memanggil 8 Juta Saudagar Bugis Makassar

Trubus Rahardiansyah SH MSi MH menyebut, secara kelembagaan DPD RI telah dirusak oleh ulah La Nyalla.
Mosi tidak percaya, kata Trubus, tidak diatur dalam undang-undang. Di era mendekati tahun 2024, imbuhnya, DPD seharusnya semakin giat memperjuangkan daerah, termasuk keuangan daerah.

“Ternyata tidak dilakukan. Menurut saya itu sudah melanggar norma-norma sosial,” katanya.

DPD di bawah kepemimpinan La Nyalla, ujarnya, telah menunjukkan diri sebagai parpol. Bahkan seolah olah punya kuasa untuk menjungkir balikkan terhadap seseorang yang dinilai melanggar atau tidak sesuai dengan ideologinya.

“Itu ranah partai, sedangkan DPD bukan partai,” pungkasnya.