oleh

28 Juni 1965 : Harian Kompas Terbit Pertama Kali

Pada awal penerbitannya, Frans Seda disarankan oleh Jenderal Ahmad Yani agar Kompas memberikan wacana untuk menandingi wacana Partai Komunis Indonesia yang berkembang pada saat itu. Namun secara pribadi, Jacob Oetama dan beberapa pemuka agama Katolik seperti Monsignor Albertus Soegijapranata dan I.J. Kasimo tidak mau menerima begitu saja, karena mengingat kontekstual politik, ekonomi dan infrastruktur pada saat itu tidak mendukung.

Tetapi, tekad Partai Katolik menerbitkan surat kabar sudah final. P.K. Ojong dan Jakob Oetama ditugaskan membangun perusahaan. Mulailah mereka bekerja mempersiapkan penerbitan surat kabar baru, corong Partai Katolik. Tapi, suhu politik yang memanas saat itu membuat pekerjaan mereka bukan perkara yang mudah. Rencananya, surat kabar ini diberi nama “Bentara Rakyat”.

Menurut Frans Seda, PKI tahu rencana itu lantas dihadang. Namun, karena Bung Karno setuju jalan terus hingga izinnya keluar. Frans Seda mengacu pada PKI yang merupakan salah satu partai besar di Indonesia pada dasawarsa 1950-an dan 1960-an, serta PKI memenangkan tempat keempat dalam pemilihan umum 1955.

foto ; Harian Kompas

Izin sudah dimiliki, tetapi “Bentara Rakyat” tidak kunjung terbit. Rupanya rintangan belum semuanya berlalu. Masih ada satu halangan yang harus dilewati, yakni izin dari Panglima Militer Jakarta yang pada saat itu dijabat oleh Letnan Kolonel Dachja. Dari markas militer Jakarta, diperoleh jawaban izin operasi keluar apabila syarat 5.000 tanda tangan pelanggan terpenuhi. Akhirnya, para wartawan pergi ke pulau Flores untuk mendapatkan tanda tangan tersebut, karena memang mayoritas penduduk Flores beragama Katolik.

Nama “Bentara” sesuai dengan selera orang Flores. Majalah Bentara, katanya, juga sangat populer di sana. Ketika akan menjelang terbit petama kalinya, Frans Seda melaporkan pada presiden Soekarno tentang persiapan terbitan perdana harian tersebut. Namun, dari Presiden Soekarno inilah lahir nama “Kompas” yang berarti adalah penunjuk arah.

Akhirnya berdasarkan kesepakatan redaksi pada saat itu, untuk menerima usulan dari Presiden Soekarno untuk mengubah nama harian Bentara Rakyat menjadi Kompas. Atas usul Presiden Soekarno, namanya diubah menjadi Kompas. Menurut Bung Karno, “Kompas” berarti pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba.

Setelah mengumpulkan tanda bukti 3000 calon pelanggan sebagai syarat izin penerbitan, akhirnya Kompas terbit pertama kali pada tanggal 28 Juni 1965. Pada mulanya kantor redaksi Kompas masih menumpang di rumah Jakob Oetama, kemudian berpindah menumpang di kantor redaksi Majalah Intisari.

Pada terbitan perdananya, Kompas hanya terbit dengan empat (4) halaman dengan iklan yang hanya berjumlah enam (6) buah. Selanjutnya, pada masa-masa awal berdirinya (1965) Koran Kompas terbit sebagai surat kabar mingguan dengan 8 halaman, lalu terbit 4 kali seminggu, dan hanya dalam kurun waktu 2 tahun telah berkembang menjadi surat kabar harian nasional dengan oplah mencapai 30.650 eksemplar.

Kompas edisi pertama dicetak oleh P.N. Eka Grafika, milik harian Abadi yang berafiliasi pada Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Tepat 28 Juni 1965, Kompas mulai diterbitkan untuk pertama kalinya dengan motto “Amanat Hati Nurani Rakyat.” Berita utama pada halaman pertama berjudul “Konferensi Asia-Afrika II Ditunda Empat Bulan.” Sementara Pojok kanan bawah mulai memperkenalkan diri dengan kalimat “Mari ikat hati. Mulai hari ini, dengan Mang Usil”.