oleh

Denny JA: Jokowi Versus Megawati, Kini dan Dulu

koranmakassarnews.com — “Politik adalah seni kemungkinan. Melalui waktu seorang kawan dapat menjadi lawan politik. Dan seorang lawan politik dapat menjadi kawan.”

Ini pernyataan dari Benyamin Disraeli, seorang negarawan dan Perdana Menteri Inggris abad 19. Kutipan inilah yang kita ingat ketika mendengar pidato Megawati.

Apakah pidato ini ditunjukkan oleh Megawati kepada Jokowi? Kita dengar dulu kutipannya.

Ujar Megawati: “Republik ini penuh dengan pengorbanan, tahu tidak. Mengapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru?”

Megawati mengatakan kepada mereka yang baru berkuasa, agar jangan seperti Orde Baru. Entah siapa yang dialamatkan oleh Megawati.

Tapi ini respon media, yang judulnya: “Megawati tuding penguasa seperti orde baru, Jokowi cuma senyum.” Judul serupa berbeda diksinya mewarnai banyak pemberitaan hingga talk show di TV.

Media, yang mewakili psikologi rakyat luas, menangkap bahwa ucapan Megawati ini ditujukan kepada Jokowi. Dan kita pun merasakan hubungan yang berbeda antara Jokowi dan Megawati.

baca juga : Denny JA: Jokowi, Erdogan dan Macron Untuk Menghentikan Pembunuhan Massal Penduduk Palestina

Mari kita flashback, nampak tilas ke belakang. Kita eksplor apa yang ada dalam berita. Ini spirit di tahun 2014: “Megawati Deklarasi Jokowi sebagai presiden RI periode 2014-2019.” itu Era ketika Megawati secara kuat sekali mendukung Jokowi sebagai presiden.

Lalu, spirit berikutnya: “Resmi Megawati umumkan Jokowi jadi capres PDIP di Pilpres 2019.” Lima tahun kemudian kembali Megawati menyatakan Jokowi sebagai pilihan capres partainya.

Tapi, baru-baru ini di tahun 2023, spirit berita sudah sama sekali berbeda. Ini salah judul di media: Sinyal kuat Jokowi vis- a-vis melawan Megawati di Pilpres 2024.”

Mega dan Jokowi yang dulu kawan kini dipersepsilkan berubah menjadi lawan, berhadap-hadapan, bersaing, berkompetosi, dan akan saling ingin mengalahkan.