oleh

Denny JA: Mengapa Anies Baswedan Kalah?

Ini datanya. Tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi, approval rating Jokowi, yang dinilai dari berbagai lembaga survei (Maret-November 2023), sangat tinggi.

Mengesankan tingginya nilai Jokowi, berada di angka 75% sampai 82%. Sebagai perbandingan, approval rating untuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Januari 2024, hanya 40%.

Fakta ini harus menjadi dasar pertama untuk kita menyusun strategi makro. Jika presiden yang sedang berkuasa sangat populer, maka strategi makro kita harus disusun agar calon presiden kita terasosiasi sangat kuat dengan Presiden tersebut.

Sebaliknya, jika presiden Jokowi tidak populer, terpuruk, atau tidak disukai oleh publik luas, strategi makro calon presiden yang akan bertarung justru harus menarik jarak sejauh mungkin dari Jokowi. Calon presiden harus menjadi anti-tesa Jokowi.

Maka disusunlah strategi calon presiden dengan mengambil isu “Melanjutkan!” atau “Meneruskan!” jika Jokowi masih populer.

Sebaliknya, jika presiden sekarang tidak populer, maka yang kita angkat adalah isu “Perubahan” atau “Penyegaran,” “Anti-tesa!”

baca juga : Denny JA: Kekuasaan Untuk Gagasan, Memilih Di Samping Jokowi

Di sinilah kesalahan fatal dari tim Anies Baswedan, jika dilihat dari sisi probabilitas menang dan kalah dalam pilpres.

Meskipun sang calon presiden Anies Baswedan bekerja begitu keras, begitu hebat orasinya, dan programnya, tapi jika kerangka strategi makronya ditancapkan pada desain yang salah, maka ujung dari pilpres hanyalah kekalahan.

Ini yang terjadi pada tim Anies Baswedan. Mereka mengibarkan isu perubahan ketika presiden sekarang begitu populer.

Ibarat pondasi rumah, meskipun tim Anies sangat efektif menghias interiornya, sebaik mungkin dan detail mengecat rumah, dengan aksesori yang artistik, tapi karena fondasi rumahnya ada pada tanah yang salah, yang rapuh, maka rumah itu roboh juga.*