oleh

Denny JA: Pertarungan Tim Kampanye Nasional Plus Konsultan Politik

koranmakassarnews.com — Dalam pemilu presiden, yang bertarung tidak hanya pasangan capres atau cawapres. Tidak hanya berkompetisi partai politik. Bersaing pula tim kampanye nasional.

Kubu Prabowo- Gibran sudah resmo menunjuk Rosan Roeslani sebagai panglima dari tim kampanyenya. Kubu Ganjar sudah menunjuk Arsjad Rasjid. Hingga tanggal 6 November 2023, kita tinggal menunggu kubu Anies Baswedan mengumumkan komandan tim kampanye.

Siapa yang akan memenangi pemilu presiden? Itu tergantung siapa dari mereka yang bisa mengambil the heart and the mind of the voters. Siapa yang paling mampu membujuk 205 juta pemilih.

Tapi bagaimana memahami perilaku pemilih yang begitu banyak, tersebar dari Aceh sampai Papua, begitu beragam tingkat pendidikan, status ekonomi, agama, etnis?

Bagaimana mengetahui aspirasi mereka, kemarahan mereka, mimpi mereka? Karena para pemilih ini yang menjadi hakim tertinggi, penentu kalah dan menang, tentu sangat penting memahami perilaku pemilih itu.

Memahami perilaku pemilih biasa dikerjakan oleh lembaga survei. Pemilu modern ditandai oleh pertarungan yang mengawinkan politik praktis dan ilmu pengetahuan. Para calon presiden dan wakil presiden berkompetisi, dan bertarung dengan data.

baca juga : Denny JA: Kecewa Atau Masih Percaya Jokowi?, Merespon Goenawan Muhammad

Kini, di setiap tim kampanye nasional, di sebelah kirinya berdiri lembaga survei, dan di sebelah kanannya hadir konsultan politik.

Lembaga survei memberikan data perilaku pemilih, perubahannya dari waktu ke waktu. Tapi data saja tak cukup. Yang penting bukan saja potret realitas pemilih, tapi strategi mengubah pilihan pemilih.

Data yang sama bisa berujung kepada strategi yang berbeda, dan berakhir dengan kemenangan atau kekalahan. Memilih strategi kampanye, untuk menaikkan elektabilitas pasangan capres atau menurunkannya, itulah tugas utama konsultan politik. Dan itu pula esensi dibentuknya Tim Kampanye Nasional.

Jika strateginya salah, maka organisasi tim kampanye nasional yang besar, keuangannya yang tambun, sumber dayanya, waktu dan tenaga, hanya berjalan menuju kekalahan belaka.

Contoh dari besarnya peran konsultan politik mengarahkan strategi kampanye, mengubah kekalahan menuju kemenangan, atau sebaliknya, tercermin dalam pemilu presiden di Amerika Serikat, di tahun 1996.