oleh

Denny JA: Yang Membaca Minimal Satu Buku Tahun lalu di Indonesia Hanya 22,5 Persen

JAKARTA, KORANMAKASAR.COM — Buku adalah jendela dunia. Tapi mengapa pembaca buku di Indonesia sangatlah rendah dan rendah sekali.

Kita mulai dengan data. Ini survei LSI bulan Agustus 2023. Ternyata yang sempat membaca buku setahun terakhir, minimal satu buku saja, hanyalah 22,5% dari populasi Indonesia.

Sementara sebanyak 72,3% menyatakan: “setahun yang lalu, saya tak sempat membaca buku bahkan satu judul buku sekalipun.”

Ini prosentase membaca buku yang sangatlah rendah. Hanya 22% dari populasi ! Yang membaca buku artinya hanya satu dari lima orang Indonesia.

Sementara di dunia luar sana, di dunia industri, yang membaca buku rata-rata di atas 50%. Itu artinya di sana dari 2 orang hanya satu orang yang tak membaca buku dan satu orang membaca buku.

Sementara di Indonesia dari lima orang, empat orang tidak membaca buku. Dari lima orang, hanya satu orang yang membaca buku.

Apakah gerangan sebabnya? Mengapa rendah sekali tingkat membaca buku di Indonesia?

Ada berapa penyebab. Tradisi lisan di Indonesia begitu kuat dan belum sempat ia sepenuhnya berubah menjadi tradisi tulisan.

Ketika modernitas datang membawa sekolah-sekolah, makin banyak orang belajar membaca dan menulis. Tradisi tulisan mulai tumbuh.

baca juga : 7 Rekomendasi Buku dari Zenius untuk Mahasiswa Baru

Sebelum tradisi tulisan dominan, tiba- tiba datanglah itu dunia Internet. Akibatnya banyak populasi mencari informasi tak lagi lewat buku. Mereka lebih memilih mencari informasi lewat aneka media-media di internet.

Lalu kemudian datanglah era sosial media. Bertahun- tahun media sosial menguasai hidup kita dan mengubah cara kita membaca informasi.

Informasi di media sosial yang kita baca umumnya dengan durasi hanya satu sampai lima menit saja. Akibatnya kita kurang stamina membaca tulisan panjang. Kita hanya terbiasa membaca tulisan yang ringkas saja 1-5 menit saja.

Untuk membaca buku butuh waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari. Tradisi membaca cepat dan singkat ikut membuat buku tidak populer.

Buku adalah jendela dunia. Buku sastra memperkaya batin kita, memperluas perspektif kita. Buku non- sastra mengantarkan pengetahuan soal dunia.

Saatnya kita gelorakan kembali tradisi membaca buku, bahkan dari usia kanak- kanak. *