oleh

Kasus Muhammad Kece dan Yahya Waloni : Momentum Pelembagaan Pemidanaan Hasutan dan Kebencian

JAKARTA, koranmakassarnews.com — Muhammad Kece ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri di Bali pada 24 Agustus 2021. Dua hari berselang kamis (26/8), Bareskrim menangkap Yahya Waloni. Menurut keterangan pihak Bareskrim Polri, keduanya dijerat dengan pasal penodaan agama.

Berkaitan dengan dua kasus penangkapan tersebut, SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan berikut.

Pertama, SETARA Institute mengapresiasi langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian atas tindakan figur publik yang menggunakan sentimen keagamaan untuk memantik segregasi lintas iman, memprovokasi eksklusi, mengancam kohesi sosial, dan merusak koeksistensi damai dalam kebinekaan. Namun demikian, SETARA Institute menilai bahwa pengguna pasal penodaan agama untuk menjerat para tersangka bukanlah tindakan yang tepat.

Kedua, berkaitan dengan hal itu, SETARA Institute mendorong Polri untuk melakukan moratorium penggunaan pasal penodaan agama. Pihak Kepolisian, dalam pandangan SETARA Institute, mesti melakukan terobosan hukum untuk menjerat keduanya dengan pasal-pasal hasutan dan kebencian yang ada, baik dalam KUHP maupun di luar KUHP.

Ketiga, dalam penelitian SETARA Institute, pasal-pasal penodaan agama lebih banyak digunakan untuk menghukum perorangan dan melindungi kelembagaan agama. Akibatnya, pasal-pasal penodaan agama tidak memberikan jaminan perlindungan atas hak perseorangan untuk menikmati pilihan merdeka berdasarkan hati nurani (conscience) untuk memeluk agama atau berkeyakinan. Bahkan yang sering terjadi, pasal-pasal penodaan agama digunakan untuk menghukum interpretasi perseorangan yang berbeda dari keyakinan keagamaan arus utama (mainstream).

Padahal dalam prinsip dasar hukum internasional jelas bahwa yang harus dilindungi bukanlah agama, tetapi kebebasan perorangan yang menganut agama tertentu. Karena itu pilihan bebas dan berdasarkan hati nurani tidak boleh seseorang atau kelompok direndahkan hanya karena pilihannya itu.

Oleh karena itu, Indonesia dan aparat hukumnya sebagai bagian dari negara beradab dalam komunitas internasional mestinya menghentikan penggunaan pasal-pasal penodaan agama.