oleh

Scientific Approach, Cara Tepat Melatih Anak Bersikap Ilmiah Sejak Kecil

koranmakassarnews.com — Mendidik anak milenial dijaman sekarang tentu tidak mudah bagi orang tua maupun pendidik, hampir semuanya serba menggunakan teknologi internet. Dampak negatif yang muncul akibat penggunaan internet yang tidak terkontrol bisa menyebabkan candu bagi siapa saja, tidak hanya orang dewasa tetapi juga pada anak-anak. Misalnya: penggunaan gadget/media sosial/game online dan sebagainya. Hal ini tentu meresahkan para pendidik maupun orang tua yang peduli terhadap generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, anak-anak milenial jaman sekarang perlu diberi kegiatan positif yang menarik, menyenangkan, dan edukatif agar tercipta suasana belajar yang tidak membosankan. Belajar dengan cara ala-ala ilmuwan melalui Scientific Approach (pendekatan saintifik). Apa itu Scientific Approach? Seperti apa penerapannya? Yuk disimak…

Scientific Approach merupakan pendekatan ilmiah yang diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan anak dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Meskipun ada yang mengembangkan lagi menjadi mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengkomunikasikan, menginovasi dan mencipta (Kemendikbud, 2013). Akan tetapi, tujuan dari beberapa proses pembelajaran tersebut menekankan bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Jadi, pendekatan saintifik ini bisa dipraktikkan oleh siapa saja, tidak hanya pendidik/guru di lingkungan sekolah. Namun, orang tua juga bisa menerapkannya di lingkungan rumah dan masyarakat.

Hasil penelitian tahun 2015 yang dilaksanakan di salah satu SD swasta di Yogyakarta menyebutkan tentang penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran kurikulum 2013 memiliki persamaan langkah pembelajaran ilmiah yang disebut juga dengan “Siklus Belajar 7M”. Siklus belajar 7M merupakan standar proses pembelajaran ilmiah yang dikembangkan dari 7 dimensi literacy, meliputi: spiritual, moral, intellectual, Physical, interpersonal, cultural dan social. Dari ketujuh potensi dasar tersebut dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran menjadi pendekatan siklus belajar 7M. Berikut ini proses penerapan pendekatan saintifik “Siklus Belajar 7M”.

Tahap ke-1 Mengagumi/Mengamati (Spiritual Aspect), tahap pertama ini sangat penting dilakukan karena berawal dari membangun rasa ingin tahu anak dengan berbagai aktivitas belajar yang menarik, seperti: mendengarkan cerita, nonton video, membaca buku, outing ke suatu tempat, dan sebagainya. Kemudian diarahkan untuk mengagumi ciptaan Tuhan. Bertujuan agar berkembangnya semangat kesadaran ber-Tuhan pada diri anak (God Conscious Spirite). Kekaguman itu dapat diperoleh, dikenali dan dirasakan dengan panca indra.

Tahap ke-2 Menghayati/Menanya (Moral Aspect). Pada tahap ini anak ditunjukkan fakta-fakta yang berlawanan dengan kesempurnaan dan keajaiban yang terjadi. Fakta yang menunjukkan kebalikkan dari informasi yang pernah diterima pada tahapan “Mengagumi”. Tujuannya supaya anak sadar bahwa tanda-tanda itu bisa berubah sewaktu-waktu akibat peran manusia. Pada kegiatan ini, anak belajar untuk bersikap kritis, rendah hati, dan memahami nilai-nilai yang terjadi pada kehidupan nyata di sekitarnya sehingga terbentuk sikap yang memiliki prinsip moral (self-directed individual).

 

Tahap ke-3 Meneliti/Mencoba (Intellectual Aspect). Anak dituntun untuk melakukan penelitian sederhana sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Tema yang dipilih tergantung dari perspektif pendidik atau orang tua dan anak, dimana perlu memilih perspektif yang dianggap relevan untuk dijadikan sebagai fokus penelitian, agar penelitian yang dilakukan memiliki arah dan tujuan yang jelas. Pada tahap ini, pengetahuan kognitif anak semakin berkembang, berfikir kritis, kreatif, berani membuat keputusan sehingga anak tumbuh dengan kemampuan berfikir komplek (complex thinker).

Tahap ke-4 Merealisasi/Menalar (Physical Aspect). Pada tahap ini anak dibimbing untuk merealisasikan pemahaman barunya dengan cara mengerjakan sebuah proyek. Anak didorong untuk membuat karya nyata yang terkait dengan pokok bahasan yang sedang dipelajari baik secara individu maupun kerja kelompok. Hal ini dimaksudkan untuk memantapkan dan menguatkan pemahaman barunya yang sudah diperoleh dari tahap belajar sebelumnya. Anak belajar mengekspresikan diri, mengembangkan daya kreativitasnya dalam bentuk visual dan kinestetik sehingga terbentuk dalam diri anak kemampuan untuk menjadi manusia yang seimbang (Well-balanced person).

Tahap ke-5 Mengkolaborasi/Mencipta (Interpersonal Aspect). Tahap ini anak mengkolaborasikan pengetahuan yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya yaitu mengagumi, menghayati, meneliti hingga merealisasi. Anak dibimbing untuk bersikap kooperatif (collaboration), berdiskusi dalam kelompok dengan tema yang telah ditentukan bersama. Contoh kegiatannya, membuat poster tentang cerita pengalaman anak, mulai dari tahap mengagumi, menghayati, meneliti hingga merealisasi. Hasil diskusi ditulis di dalam satu poster secara berkelompok atau dituangkan dalam bentuk lain seperti: majalah dinding, majalah sekolah, koran, website, dan lain-lain. Dengan kegiatan pembelajaran tersebut anak mengetahui cara berkomunikasi yang baik, saling berbagi, bekerjasama, menghargai perbedaan, bersahabat, dan berjiwa sosial sehingga anak memiliki kemampuan untuk menjadi patner dalam bekerjasama (Collaborative Patner).

Tahap ke-6 Mengaktualisasi/Mengkomunikasikan (Cultural Aspect). Pada tahap ini, anak diminta untuk mengaktualisasi hasil pemahaman baru yang diperolehnya, diberi umpan balik supaya memahami arti penting dari apa yang telah dipelajari, sehingga anak berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata (transformasi). Selain itu, anak juga diarahkan supaya mempromosikan hasil pemahaman baru yang diperolehnya itu kepada orang lain, misalnya: teman, guru, orang tua bahkan masyarakat umum. Bentuk promosinya dapat berupa: lisan (berdialog, presentasi, dan lain-lain) maupun tulisan (poster, majalah, blog, dan lain-lain). Dengan pembelajaran tersebut kemampuan kognitif anak semakin berkembang, mampu beradaptasi, mengelola keterampilan, berani mengambil resiko, memiliki integritas, komitmen, aktif, gigih, dan berstandar tinggi sehingga anak memiliki kemampuan untuk menjadi manusia yang berkomitmen (Committed Person).

Tahap ke-7 Memberi (Social Aspect). Tahap ini merupakan bentuk berbagi ilmu atau kontribusi anak kepada orang lain, intinya anak diminta untuk memberikan apa yang telah dipelajari dalam bentuk barang atau jasa yang berkaitan dengan tema. Anak diajak untuk memberikan barang dan jasa kepada orang lain sesuai dengan sasaran pembelajaran yang dikehendaki (caring). Dengan kegiatan pembelajaran ini anak memiliki kemampuan untuk berkontribusi terhadap lingkungan sekitarnya atau komunitas (Community Contributor).

Dari penerapan ketujuh tahapan tersebut dapat membentuk karakter pribadi yang kuat dalam diri anak. Selain itu, terbentuk sikap ilmiah berupa rasa ingin tahu tentang kebenaran ilmu, berfikir kritis terhadap isu-isu kehidupan, mencari kebenaran dengan membuktikannya secara ilmiah, bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan, tekun dan rajin mencari kebenaran informasi, bekerjasama dalam tim, peka terhadap lingkungan, dan lain sebagainya. Sikap ilmiah tersebut sebagai bekal anak dalam menghadapi permasalahan hidup baik di masa sekarang maupun di masa depan.

Terima kasih. Semoga bermanfaat.

Penulis : Dewi Masithoh, S.Pd., M.Pd. (Mahasiswa Program Doktor, Program Studi S3 Biologi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada & Dosen PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta)