oleh

Sengkarut Pemilu di Desa Kassi Buleng Adalah Bukti Kecurangan Dari Istana Hingga Ke Pelosok

koranmakassarnews.com — Desa Kassi Buleng adalah nama salah satu desa di kecamatan Sinjai Borong kabupaten Sinjai provinsi Sulawesi Selatan yang terletak kurang lebih 50 kilometer dari ibu kota kabupaten Sinjai, penulis lahir di desa ini 48 tahun silam.

Pemliu telah usai hampir sebulan yang lalu tapi hiruk-pikuk pemilu masih terasa hingga saat ini terlebih tahapan rekapitulasi masih bergulir dan selanjutnya masih menunggu penetapan hasil akhir dari KPU RI.

Pemliu 2024 menyimpan sejuta bengkalai bahkan banyak pihak yang tidak mampu memprediksi bagaimana akhir dari cerita pemilu kali ini, apakah pemilu ini berakhir secara normatif seperti pemilu-pemilu sebelumnya atau pemilu ini batal dan mengharuskan pemilu ulang sebagai konsekuensi dari indikasi kecurangan baik pra pencoblosan, masa pencoblosan maupun pasca pencoblosan yang terstruktur sistematis dan massif atau bisa jadi kasus kecurangan pemilu di investigasi lewat proses hak angket yang bergulir di DPR.

Seperti yang telah tersaji di hadapan rakyat Indonesia, pemilu 2024 di awali dengan pembonsaian konstitusi dengan di loloskannya gibran putra presiden sebagai bakal calon wakil presiden yang sarat dengan jurus drama Korea yang dipertontonkan oleh Mahkamah Konstitusi dibawa pimpinan Anwar Usman adik ipar Jokowi atau paman dari Gibran.

Sehingga aroma nepotismenya sangat kental dalam mengangkangi konstitusi dan menodai Demokrasi, keputusan MK No. 90 ini dinilai oleh Prof. Yusril Ihza Mahendra sebagai penyelundupan pasal alias cacat hukum, selain itu sandiwara MK ini juga diduga melanggar undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan yang bebas dari perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yakni undang-undang no. 28 tahun 1999.

Penulis : Muh. Iqbal

Tragedi jebolnya Mahkamah Konstitusi penulis sebut sebagai hulu dari sengkarut pemilu khususnya pemilihan presiden tahun 2024.

Belum reda perdebatan kontroversi atas putusan MK no. 90 yang menyedot perhatian akademisi dan segenap aktifis pro demokrasi kala itu setelahnya perhatian itu juga tertuju pada Komisi Pemilihan umum (KPU) yang setali tiga uang membuat keputusan yang kontroversial didalam menerima pendaftaran pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang meloloskannya tanpa terlebih dahulu mengubah PKPU no. 23/2023 dimana syarat usia calon masih status quo.

Kasus ini pun tak luput dari pemantauan para aktivis demokrasi dan dijadikan celah hukum untuk diperkarakan yang saat ini perkaranya masih bergulir di pengadilan negeri Jakarta.

Kasus lain yang demikian massif di suarakan dan diprotes baik oleh team pasangan calon 01 maupun 03 serta pegiat demokrasi adalah kasus bansosnisasi pemilu yang tentunya diprakarsai oleh pihak istana dalam berbagai bentuk paket menjelang masa-masa pencoblosan dengan menganggarkan dana bansos dan mencairkan sebelum tiba saatnya dengan mengabaikan undang-undang yang mengatur tentang penyaluran bantuan sosial dan bantuan lansung tunai serta tidak melibatkan kementerian sosial sebagai penanggungjawab utama.

Semua kehebohan pemilu 2024 ini hulunya berada dilingkaran istana dengan satu tujuan yakni memenangkan kandidat yang di endorsenya, kerja keras keberlanjutan rezim ini di operasikan oleh pemerintahan desa di level grassroot dengan cara intimidasi dan ancaman kepada rakyat khususnya penerima bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan sosial lainnya dengan dalih BLT akan dicabut manakala tidak memilih paslon yang didukung pemerintah, dibeberapa tempat juga aparat desa menyiarkan propaganda penghapusan BLT bila paslon 02 kalah dalam pemilu.

Salah satu contoh kecurangan yang sempat heboh dan viral di media adalah kasus kecurangan yang terungkap di salah satu desa di kabupaten sinjai yakni desa kassi buleng dimana kasus ini sempat terungkap karena laporan dari masyarakat setempat yang menyaksikan kecurangan yang secara vulgar dipertontonkan didepan publik di seluruh TPS yang ada di desa tersebut,kecurangan pengurangan suara paslon 01 dan penggelembungan suara untuk paslon 02 terungkap saat proses perhitungan suara ulang yang dilaksanakan oleh KPU sinjai atas keberatan dari team paslon 01.

baca juga : Denny JA: Science dan Trust Di Balik Pilpres 2024

Modus kecurangan dilakukan pada proses perhitungan suara yang dilakukan tangan-tangan jahil petugas KPPS yang tidak bermoral, sebagai contoh di TPS 1 desa kassi buleng yang berada tidak jauh dari rumah orang tua penulis suara paslon 01 yang tertulis di C plano hanya 5 suara dan setelah dihitung ulang di KPU ternyata suara paslon 01 adalah 100 suara dan kejadian ini menunjukkan pengurangan suara 01 dan bisa jadi juga suara 03 untuk ditambahkan atau digelembungkan ke suara paslon 02 sehingga tampak dari hasil akhir perolehan suara paslon 02 mencapai 80 sekian persen di setiap TPS di desa Kassi Buleng.

Penulis menduga prosentase perolehan 80% suara di desa kassi buleng merupakan target umum di ribuan desa di seluruh Indonesia yang dibebankan pihak-pihak tertentu kepada aparat pemerintah desa dan menggunakan tangan-tangan penyelenggara terutama desa-desa yang berada di pelosok yang luput dari pengawasan pemantau independen serta jangkauan media.

Kemenangan besar versi quickcount oleh salah satu paslon adalah hasil dari hilirisasi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif baik pra pencoblosan, pada saat pencoblosan (perhitungan suara) maupun pasca pencoblosan (perhitungan SIREKAP), gambaran diatas membenarkan statemen pak Jusuf Kalla yang menilai bahwa pemilu 2024 adalah pemilu yang paling brutal. (*)

Penulis : Muhammad Ikbal (Aktifis 98 dan jubir KAMI SULSEL)