oleh

Warga Takalar Sambut Peluncuran Film dan Buku Sang Maestro Aru Tu Mangkasarak Sukman Daeng Talli

TAKALAR, koranmakassarnews.com — Masyarakat menyambut baik lahirnya Maestro Aru Tu Mangkasarak yaitu Sukman Daeng Talli. Ia menjadi satu satunya maestro Aru yang berhasil di angkat kisahnya menjadi sebuah film documenter dan karya karya Arunya telah di Bukukan.

Bekerjasama dengan LPDP dan DANAINDONESIANA, program ini telah menangkat nama Sukman Daeng Talli di kenal di seluruh Indonesia.

Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Gran Kalampa, rabu (19/9/23) dihadiri sekitar 300 orang peserta dari berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai latar belakang, diantaranya pemerintah, budayawan, mahasiswa, guru dan siswa.

Mereka berbondong bondong hadir menjadi saksi di luncurkannya film dan buku Maestro Aru Tu Mangkasarak yaitu SUkman Daeng Talli.

Arif Munandar atau biasa disapa Arif, selaku penulis buku dan juga produser film “Maestro Aru Tu Mangkasarak yaitu SUkman Daeng Talli” mengatakan, kegiatan ini dilakukan sebagai wujud keprihatinan terhadap eksistensi kegiatan kebudayaan, banyak seniman yang karyanya tak sempat di publikasikan sehingga masyarakat saat ini kekurangan data untuk mengenal kebuyaanya.

Menurut Imel , selaku pembedah buku menyampaikan bahwa buku dan film ini seharusnya mendapatkan ruang dari Dinas Pendidikan untuk di angkat menjadi begian dari bahan pembelajaran untuk pengenalan budaya dan Bahasa daerah.

baca juga : 50 Tahun Berkarya, Christine Hakim Tak Lelah Bagikan Kisah, Termasuk Pengalamannya Bermain di Film Just Mom

Tantangan eksistensi kebudayaan yang mulai kehialangn ruangnya mendorong arif untuk mengangkat dan memperkenalkan Sukman Daeng Talli kepada masyarakat untuk karya karya yang telah dibuatnya. Film dan buku ini diharapkan bisa menjadi media bagi masyarakat untuk bisa dengan mudah memahami “Aru” dan filosofinya.

Selaras dengan yang disampaikan olehh Yus Amin DB, selaku pembedah film, ia mengatakan bahwa pemuda saat ini bahkan tidak lagi mengenali ibunya, dalam artian tidak lagi mengenali dari mana mereka di lahirkan, menjadi kehilangan identitas dan tak mengenal jati dirinya sendiri, sebab budaya sejatinya adalah identitas suatu daerah. (*)