oleh

1 Maret 1949 : TNI Kuasai Kota Yogyakarta Selama 6 Jam Lewat Satu Serangan Umum

koranmakassarnews.com — Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada Desember 1948, Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai menyusun strategi untuk melakukan pukulan balik terhadap tentara Belanda. Strategi tersebut antara lain dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan Kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta tindakan lainnya.

Belanda terpaksa memperbanyak pos-pos di sepanjang jalan-jalan besar penghubung kota-kota yang telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan Belanda tersebar pada pos-pos kecil di seluruh daerah republik yang kini merupakan medan gerilya. Dalam keadaaan pasukan Belanda yang sudah terpencar-pencar, Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai melakukan serangan terhadap Belanda.

Setelah semua persiapan matang, baru kemudian diputuskan (keputusan diambil tanggal 24 atau 25 Februari), bahwa serangan tersebut akan dilancarkan tanggal 1 Maret 1949, pukul 06.00 pagi. Instruksi segera diteruskan ke semua pihak yang terkait.

Puncak serangan dilakukan dengan serangan umum terhadap kota Yogyakarta (ibu kota negara) pada tanggal 1 Maret 1949, dibawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III.

Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan adalah Ibu kota Republik yakni kota Yogyakarta, serta koar-besaran oleh pasukan Brigade X yang diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX, sedangkan serangan terhadap pertahanan Belanda di Magelang dan penghadangan di jalur [[Magelta-kota di sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun dan Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini.

Pada saat yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan adalah kota Surakarta, guna mengikat tentara Belanda dalam pertempuran agar tidak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.

Pos komando ditempatkan di desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari sekitar pukul 06.00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno.

Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula,seluruh pasukkan TNI mundur.

baca juga : 28 Februari 1942 : Pertempuran Selat Sunda Antara USS Houston AS dan HMAS Perth Australia Melawan AL Kekaisaran Jepang

Serangan terhadap kota Surakarta yang juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Surakarta sehingga tidak dapat mengirim bantuan dari Surakarta ke Yogyakarta, yang sedang diserang secara besar-besaran – Yogyakarta yang dilakukan oleh Brigade IX, hanya dapat memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tentara Belanda dari Magelang dapat menerobos hadangan gerilyawan Republik, dan sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11.00.

Dari pihak Belanda, tercatat 6 orang tewas, dan di antaranya adalah 3 orang anggota polisi; selain itu 14 orang mendapat luka-luka. Segera setelah pasukan Belanda melumpuhkan serangan terebut, keadaan di dalam kota menjadi tenteram kembali. Kesibukan lalu-lintas dan pasar kembali seperti biasa, malam harinya dan hari-hari berikutnya keadaan tetap tenteram.

Pada hari Selasa siang pukul 12.00 Jenderal Meier (Komandan teritorial merangkap komandan pasukan di Jawa Tengah), Dr. Angent (Teritoriaal Bestuurs-Adviseur), Kolonel van Langen (komandan pasukan di Yogyakarta) dan Residen Stock (Bestuurs-Adviseur untuk Yogyakarta) telah mengunjungi kraton guna membicarakan keadaan dengan Sri Sultan.

Dalam serangan terhadap Yogyakarta, pihak Indonesia mencatat korban sebagai berikut: 300 prajurit tewas, 53 anggota polisi tewas, rakyat yang tewas tidak dapat dihitung dengan pasti. Menurut majalah Belanda De Wappen Broeder terbitan Maret 1949, korban di pihak Belanda selama bulan Maret 1949 tercatat 200 orang tewas dan luka-luka. (sumber wikipedia)