oleh

13 Februari 1755 : Penandatanganan Perjanjian Giyanti, Siasat Belanda Pecah Belah Kerajaan Mataram

koranmakassarnews.com — Perjanjian Giyanti (bahasa Jawa: prajanjèn ing Janti, bahasa Belanda: verdrag van Gijanti, terj. har. “perjanjian di Janti”) adalah sebuah perjanjian antara VOC, pihak Kesultanan Mataram yang diwakili oleh Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi pada tanggal 13 Februari 1755 dan kesepakatan itu secara resmi membagi kekuasaan Mataram kepada Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi.

Pangeran Sambernyawa tidak ikut dalam perjanjian ini. Setelah perjanjian damai ditandatangani, Pangeran Mangkubumi kemudian ikut memerangi kelompok Pangeran Sambernyawa, mereka kemudian juga akan menandatangi perjanjian damai dalam perjanjian selanjutnya, yaitu Perjanjian Salatiga.

Nama “Giyanti” diambil dari lokasi penandatanganan perjanjian di desa Janti, dalam ejaan van Ophuijsen menjadi Gijanti, sekarang terletak di dusun Kerten, desa Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah

Perjanjian ini merupakan hasil utama dari Perang Takhta Jawa Ketiga pada tahun 1749–1757. Pakubuwana II, susuhunan Mataram, telah mendukung pemberontakan Tionghoa melawan Belanda. Pada tahun 1743, sebagai pembayaran untuk pemulihan kekuasaannya, sunan menyerahkan pantai utara Jawa dan Madura kepada Perusahaan Hindia Timur Belanda.

baca juga : 12 Februari 1942 : Tentara Jepang Keluarkan Maklumat Bahwa Kota Banjarmasin Diserahkan Kepada PPC

Pakubuwana III didukung kompeni menggantikan takhta setelah wafatnya Pakubuwana II, namun ia harus menghadapi saingan ayahnya, Pangeran Sambernyawa, yang pernah menduduki suatu daerah bernama Sukawati, sekarang Sragen. Pada tahun 1749 Pangeran Mangkubumi, adik Pakubuwana II, yang tidak puas dengan kedudukannya yang lebih rendah, bergabung dengan Pangeran Sambernyawa dalam menentang Pakubuwana III.

VOC mengirim pasukan untuk membantu Pakubuwana III, tetapi pemberontakan terus berlanjut. Baru pada tahun 1755 Pangeran Mangkubumi melepaskan diri dari Pangeran Sambernyawa dan menerima tawaran perdamaian di Giyanti, yang membagi Mataram menjadi dua bagian. Pangeran Sambernyawa baru menandatangani perjanjian dengan VOC pada tahun 1757 melalui Perjanjian Salatiga, yang memberinya hak untuk memiliki bagian dari timur Mataram. Ia kemudian bergelar sebagai Mangkunegara I.

Secara garis besar isi Perjanjian Giyanti yang memuat 10 pasal ini adalah membagi Mataram menjadi dua bagian, yakni Kesunanan Surakarta di bawah kepemimpinan Pakubuwana III dan Kesultanan Yogyakarta di bawah kepemimpinan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Hamengkubuwana I. Sebelumnya, keraton Surakarta telah berdiri terlebih dahulu pada kurun waktu kekuasaan Pakubuwana II sebagai calon pengganti keraton Kartasura yang hancur lantaran serangan orang-orang Tionghoa di bawah kepemimpinan Amangkurat V. (Sumber : Wikipedia)