oleh

5 Maret 1960 : Presiden Soekarno Bubarkan DPR Hasil Pemilu 1955

Liga Demokrasi mengusulkan agar dibentuk DPR yang demokratis dan konstitusional. Presiden Soekarno akan lemah terhadap PNI. Ikut sertanya PKI dalam kehidupan politik Indonesia berarti menduakan Pancasila dengan suatu ideology yang bertentangan. Letak pertentangannya adalah sebagai berikut:

Pancasila berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan PKI cenderung ateis.

Pancasila berasaskan Persatuan Indonesia, sedangkan PKI berdasarkan internasionalisme.

Pancasila berasaskan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, sedangkan komunisme berlandaskan pertentangan antarkelas.

Dengan cara mendekati Presiden Soekarno, kedudukan PKI semakin kuat. Manipol harus dipegang teguh sebagai satu-satunya ajaran Revolusi Indonesia sehingga kedudukan Pancasila digeser oleh Manipol. Secara tegas, D.N. Aidit menyatakan bahwa Pancasila hanya dibutuhkan sebagai alat pemersatu. Kalau rakyat Indonesia sudah bersatu, Pancasila tidak diperlukan lagi. Keadaan semacam ini menggelisahkan berbagai kalangan yang sepenuhnya meyakini Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup.

Sekelompok wartawan yang mempunyai keyakinan kuat terhadap Pancasila membentuk Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS) dengan harapan agar Presiden Soekarno berpaling dari PKI dan menempatkan diri di pihak pembela Pancasila. Dukungan ini tidak diterima oleh Presiden Soekarno. Justru BPS dilarang kehadirannya.

Di antara partai-partai yang masih berani meneror mental PKI adalah Partai Murba. Akan tetapi, akhirnya PKI berhasil mempengaruhi Presiden Soekarno untuk membubarkan Partai Murba. PKI juga berhasil menyusup ke dalam tubuh partai-partai dan beberapa organisasi lain yang ada pada waktu itu. Penyusupan PKI itu mengakibatkan pecahnya PNI menjadi dua.

PNI pimpinan Ali Satroamijoyo disusupi tokoh PKI Ir. Surachman sehingga haluannya menjadi sejajar dengan PKI. Sedangkan, tokoh-tokoh marhaenis sejati malah dikeluarkan dengan dalih mereka adalah marhaenis gadungan. Mereka ini kemudian membentuk kepengurusan sendiri di bawah pimpinan Osa Maliki dan Usep Ranawijaya. Kemudian dikenal sebagai PNI Osa-Usep.

baca juga : 3 Maret 1924 : Majelis Agung Nasional Turki Bubarkan Kekhalifaan Utsmaniyah

Satu-satunya kekuatan sosial politik terorganisasi yang mampu menghalangi PKI dalam usahanya merobohkan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila adalah TNI. Oleh karena itu, PKI memusatkan perhatiannya kepada TNI dari dalam. PKI membina kader-kader dan simpatisan-simpatisan di kalangan anggota TNI dengan cara menjelekjelekkan nama pimpinan TNI yang gigih membela Pancasila. Daerah-daerah, terutama yang banyak kader PKI-nya melancarkan aksi sepihak.

Barisan Tani Indonesia (BTI) sebagai ormas PKI diperintahkan mengambil begitu saja tanah-tanah orang lain untuk kemudian dibagi-bagikan kepada anggotanya. Tindakan PKI ini tampaknya merupakan ujian bagi TNI yang berhadapan dengan massa. Di berbagai tempat terjadi pengeroyokan terhadap anggota TNI oleh massa PKI, misalnya di Boyolali.

Tindakan PKI yang menelan banyak korban jiwa dan harta ini sementara masih ‘didiamkan’ oleh pemerintah. Karena merasa menang, PKI lebih meningkatkan aksinya. PKI menyarankan kepada Presiden Soekarno untuk membentuk Angkatan ke-5. Sebagian anggota angkatan ke-5 akan diambil dari PKI yang telah menjadi sukarelawan Dwikora. Usaha pembentukan Angkatan ke-5 ini sampai akhir masa demokrasi terpimpin dapat digagalkan oleh TNI, khususnya Angkatan Darat.

Di samping itu, PKI juga menuntut dibentuknya Kabinet Nasakom yang harus mempunyai menteri-menteri dari PKI. Tuntutan ini sebagian dikabulkan oleh Presiden Soekarno dengan mengangkat pimpinan utama PKI seperti D. N. Aidit, Lukman, dan Nyoto menjadi menteri, walaupun tidak memegang departemen. (dari berbagai sumber)