oleh

Deng Ical : “New Normal” Artinya “Tradisi Baru”

koranmakassarnews.com — Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulawesi Selatan Menggelar Diskusi Virtual dengan tema “ Covid -19 Masa Depan Mesjid dan Pesantren di Sulawesi Selatan Pada Kamis kemarin, 11 Juni 2020.

Diskusi Virtual yang berlangsung selama 3 Jam tersebut menghadirkan narasumber Ketua PW NU Sulsel Dr.KH. Hamzah Harun Al-Rasyid, MA, Dr. H. Syamsu Rizal MI,S.Sos, M.Si selaku Tim Gugus Tugas COVID-19 Sulsel, Akademisi dan Pimpinan Pondok Pesantren DR. H. Muammar Bakry, LC, MA serta beberapa pemantik diskusi diantaranya dari Pakar Komunikasi Politik Dr. Firdaus Muhammad, Penggiat Literasi dan Lakspekdam NU Abd. Karim, dan praktisi media AS Kambie.

Ketua DPW PKB Azhar Arsyad menyampaikan bahwa ada sekitar 270 pesantren dan 73.000 santri yang terdampak covid 19 sehingga perlu ada perumusan langkah dalam memasuki era new normal. Seluruh stakeholder baik di lingkungan pesantren maupun pemerintah Provinsi dan Kabupaten di Sulawesi Selatan harus bersama-sama merumuskan strategi menghadapi new normal bagi masa depan pesantren dan masjid di Sulawesi Selatan.

 

Ketua PWNU Sulsel, Dr. KH. Hamzah Harun memberikan apresiasi positif terhadap PKB Sulawesi Selatan yang memiliki kepedulian terhadap pesantren dan nasib masjid di Sulawesi selatan. Wakil Koordinator Kopertis Wilayah VIII Sulsel ini berharap penerapan New Normal terhadap Pesantren harus mempertimbangkan berbagai sisi, termasuk sisi negative dan positif. Baik di lingkungan Pesantren maupun lingkungan luar di sekitar pesantren, termasuk dari sisi ekonomi. ” Harus diliat dengam seksama, apa Mudharatnya” Tegasnya.

Uztas Muammar Bakry mengungkapkan bahwa ada beberapa standar untuk mengukur kualitas dan kuantitas Jamaah Nahdiyin yaitu melalui kultur budaya dan tradisi di lingkungan pesantren, sebaran konstituent suara PKB, dan lestarinya tradisi dan budaya NU di masyarakat seperti barazanji dll.

Menurutnya, perlu diberikan perhatian menjaga nilai-nilai, kultur dan budaya NU pada masa Pandemi covid -19 . Budaya makan bersama dan rasa yang sama tanpa sekat strata sosial di lingkungan pesantren harus dipertahankan, diperhatikan bagaimana menjaganya sebagai sebuah identitas.

“ Tradisi sholawatan setelah selesai sholat di masjid seperti jabat tangan ,cium tangan yang berlaku di masjid ala NU tentu akan tergerus dengan adanya Covid 19,” tambahnya.

Dr. H. Syamsu Rizal MI,S.Sos, M.Si yang biasa di sapa Deng Ical lebih memilih menggunakan kata “Tradisi Baru” daripada New Normal. Menurutnya Pesantren dan Masjid adalah entitas sosial yang menjadi hal utama dalam gerakan-gerakan sosial yang mampu mempengaruhi pola komunikasi dan tradisi di Sulsel. Kita harus agak memaksa diri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan tradisi kita selama ini. Tradisi baru ini poinya adalah memberi sugesti kepada kita untuk ikhlas melakukannya.

baca juga : Fraksi PKB DPRD Sulsel Dorong Langkah Strategis Hadapi New Normal Covid 19

Calon Balon Walikota Makassar ini menegaskan bagaimana masjid dan pesantren sebagai bagian dari entitas sosial. Mesjid adalah katalisator sosial sehingga Mesjid dan Pesantren harus pro aktif mengambil peran tersebut, sebagai lembaga yang memiliki privilege yang berbeda dengan lembaga pendidikan lain, begitupun dimesjid yg bisa terbuka sampai jam berapa pun.

Tugas kedua menurutnya adalah bagaimana tradisi baru tersebut berangkat dari kebiasaan-kebiasaanini Islami dan itu perlu tersosialisasi dan harus sesuai identitas Islam.

Dalam Gerakan pencegahan satu hal yang sangat sensitive dibicarakan adalah kasus covid yang berkaitan dengan isu agama, misalnya cluster baru dari santri pesantren, harus ada opinion leader untuk bersikap dan bersuara dari pihak Tokoh Agama dan lain-lain

“ Format tradisi baru yang berkarakter Mesjid dan Pesantren harus jadi perhatian bersama , sehingga Sulsel sebagai Serambi Madinah adalah sebuah tantangan bagi kita ke depan” Tegasnya. (*)