oleh

Denny JA: Kampanye Nasional Mengurangi Makan Nasi

koranmakassarnews.com — Okinawa itu satu pulau di Jepang. Di sana banyak sekali penduduk yang usianya di atas 100 tahun. Persentase mereka yang di atas 100 tahun di Okinawa itu yang terbanyak dan terbesar di seluruh dunia.

Di sana, makanan utama penduduknya bukan nasi, bukan memasak beras. Jauh lebih banyak mereka memakan ubi jalar atau ubi ungu. Penduduk di Okinawa berbeda dengan umumnya rakyat Jepang yang makanan utamanya nasi.

Okinawa menjadi kasus untuk menunjukkan bahwa tidak makan nasi itu atau mengurangi makan nasi itu bisa membuat hidup justru lebih sehat.

Inilah respon kita membaca berita yang hot hari-hari ini, berkaitan dengan naiknya harga beras yang disebut di media: “naik dengan harga gila- gilaan.”

Bahkan Mendagri sendiri mengatakan, saatnya kita jangan fokus hanya makan nasi, hanya memasak beras. Juga diceritakan Mendagri memberi keterangan mengenai pembatasan pembelian beras 10 kg per hari.

Itu bukan kebijakan pemerintah, namun pasokan beras di pasar memang sangat berkurang dibanding sebelumnya.

Mengapa dibatasi? Ini karena harga beras memecahkan rekor berkali-kali. Di awal Oktober 2023, harganya tembus 13.300 rupiah.

baca juga : Denny JA: Ketika Korupsi Mengalir Sampai Jauh

Menurut laporan media, inilah kenaikkan harga beras di level tertinggi selama 5 tahun terakhir .

Mengapa kenaikan harga baham pokok yang drastis berbahaya? Mari kita lihat data.

Ini hasil studi (IMF Working Papers), menunjulkan naiknya harga pangan (makanan pokok) itu dapat menyebabkan pergolakan politik. Kasus itu terjadi di banyak negara.

Sekarang di Indonesia ada data dari BPS September 2023. Sudah terjadi kenaikan harga beras secara signifikan di 178 kabupaten. Harganya naik antara 12,35% hingga 17,64%. Jelaslah kenaikan ini cukup tinggi terutama bagi rakyat kecil.

Kenaikan harga beras yang paling paling rendah ada di Jawa, yang paling tinggi ada di Papua.

Solusinya, untuk jangka pendek ataupun panjang, salah satunya mengalihkan makan utama kita tidak lagi hanya beras tapi juga mempopulerkan makanan lain.

Tiga hal utama mengapa kampanye mengurangi makan nasi perlu didikung. Pertama, meningkatkan daya tahan pangan. Ini agar kita lebih tahan kita dengan situasi harga beras yang bisa naik tak terkendali.

Masyarakat dilatih agar terbiasa dengan makanan pengganti beras. Semakin kita tak tergantung pada satu pilihan makanan pokok saja, semakin baik untuk daya tahan pangan.

Naiknya harga pangan ikut membuat pergolakan politik di Indonesia tahun 98, di Ekuador 2019, dan di Maroko tahun 2012.

baca juga : Denny JA: Putri Ariani Menuju Superstars Dunia, What Next?

Kedua, juga ini bagian untuk diversifikasi pangan jangka panjang. Indonesia sangat kaya dengan aneka makanan lokal di luar beras. Ada ubi di sana, ada singkong. Ada talas dan lain sebagainya.

Ketiga, alasan kesehatan. Pada beras terdapat kandungan karbohidratnya cukup tinggi.

Saya sendiri sejak sebulan yang lalu sudah mengikrarkan hanya makan nasi sekali saja sehari. Saya cukup makan nasi di siang hari saja.

Tapi memang ini lebih karena nasihat dokter dalam rangka kesehatan. Yaitu untuk mengurangi kadar gula dan juga mengurangi berat badan.

Seruan mengurangi makan nasi itu layak dikampanyekan secara nasional.*