oleh

Denny JA: Kasus Korupsi (SYL) Sebagai Kotak Pandora, Membuka Banyak Sisi Kelam Politik?

koranmakassarnews.com — Terbukanya kasus korupsi Syahrul Yasin limpo itu seperti terbukanya kotak Pandora. Lalu kasus itu menjadi cermin untuk melihat sisi politik yang kelam dan buruk di Indonesia.

Kotak Pandora berasal dari mitologi Yunani. Dikisahkan seorang Dewa memberikan kotak kepada Pandora ketika ia turun ke bumi. Pesan sang Dewa sangat sederhana. “Apapun yang terjadi, jangan pernah kau buka kotak ini, wahai Pandora.”

Namun Pandora keras kepala. Karena rasa ingin tahu yang tinggi sekali, curiousity nya yang kuat sekali, Pandora justru membuka kotak itu di bumi.

Yang terjadi kemudian, dari kotak itu keluarlah berbagai kejahatan. Keluar berbagai penyakit. Keluar pula dari sana berbagai akar yang membuat orang tega berperang.

Bumi itu awalnya hanya ada kebaikan dan kesucian. Gara- gara terbukanya kotak Pandora, bumi pun kini penuh dengan kejahatan.

Tentu saja Ini hanya mitologi, hanya dongeng belaka. Tapi kisah kotak pandora menjadi simbolik karena ia bisa membuka mata kita bahwa satu kasus memang bisa menunjukkan banyak hal kelam dan buruk.

baca juga : Denny JA: Apa Yang Salah Jika Capres Cawapres Berusia Dibawah 40 Tahun

Hal serupa terjadi dari kasus Syahrul Yasin Limpo. Empat sisi kelam politik keluar dari kotak pandora Syahrul Yasin Limpo.

Pertama, diberitakan, bahkan ini tuduhan dari KPK sendiri, bahwa dana dari Syahrul Yasin Limpo itu mengalir miliaran rupiah ke Partai Nasdem.

Ini tuduhan yang keras sekali dan perlu dibuktikan. Jika memang terjadi seperti ini, maka partai Nasdem pun bisa diproses secara hukum. Bahkan ujung yang paling jauh, Nasdem pun bisa dibubarkan.

Kedua, tuduhan lainnya: Syahrul merasa diperas oleh pimpinan KPK. Benarkah?

KPK itu salah satu buah termanis gerakan reformasi tahun 1998. Sejak awal, reformasi menginginkan pemerintahan yang bersih. KPK pun dilahirkan.

Tapi apa jadinya jika pucuk pimpinan KPK mengerjakan hal yang sama? Mengerjakan pemerasan yang juga bisa ditafsir sebagai korupsi? Apa jadinya jika sapu pembersih itu, sapunya sendiri kotor?

Ketiga, juga diberitakan pegawai negeri (ASN) di Kementerian Pertanian sejak bertahun- tahun diminta memberikan upeti kepada sang menteri. Jika tidak memberi, mereka akan dimutasi.

Ini berita besar pula. Kementerian itu birokrasi modern. Sementara upeti itu tradisi dari corak organisasi lama yang sudah ditinggalkan. Apa jadinya jika praktik upeti dengan ancaman masih diterapkan di pemerintahan?

Keempat, aliran dana yang didapat oleh Syahrul bukan digunakan,misalnya, untuk dana taktis gerakan pertanian. Tapi dana itu digunakan untuk perawatan wajah, cicilan mobil Alphard, hingga pergi Umroh.

baca juga : Denny JA: Jokowi-Mengawati Memanas

Dana itu semata-mata digunakan untuk kepentingan pribadi sang menteri.

Sekali lagi empat jenis berita di atas, empat-empatnya, masih bersifat tuduhan. Sebelum terbukti, Syahrul Yasin Limpo harus dianggap belum bersalah, sesuai prinsip hukum “presumption of Innocence.”

Namun ini pula yang membuat kita tercengang. Kita semakin memahami mengapa korupsi susah sekali diberantas di Indonesia.

Salah satunya karena korupsi itu jalin- menjalin, melibatkan berbagai tokoh penting lainnya. Ia berkaitan dengan berbagai lembaga berpengaruh. Sehingga semua pihak yang terlibat berkepentingan untuk menutup kasus ini.

Mengapa mereka saling mengunci, menyembunyikan rapat- rapat kasus ini dari pihak luar? Itu karena sekali terbuka kasus korupsi jenis ini, terbuka pula kotak pandoranya. Bahwa ternyata di dalam kotak itu, berjaringan korupsi yang mengalir sampai jauh.*