oleh

Derita Palestina Dalam Lukisan Artificial Intelligence

Denny JA Luncurkan 307 Lukisan Artificial Intelligence dalam Empat Buku

koranmakassarnews.com — Di sela- sela kesibukannya selaku konsultan politik Pilpres 2024 di era kampanye, Denny JA selalu mengisi waktu luangnya melukis dengan bantuan Artificial Intelligece, juga menulis puisi esai, dan menghidupkan forum spiritualitas antar keyakinan.

Ujar Denny, politik praktis membuatnya harus menyempitkan fokus, dengan cara berpikir terukur. Tapi lukisan, puisi dan dunia spiritualitas meluas kembali wawasannya, keluar dari ukuran- ukuran yang baku.

Tak terasa, Denny JA sudah menerbitkan empat buku lukisan AI, dengan total 307 karya.

Berbeda dengan karya di tiga buku lukisan Denny JA sebelumnya, di buku lukisan keempat, Denny JA lebih menemukan ciri khas lukisannya. Tokoh yang dilukisnya, umumnya memiliki telinga yang lebih besar.

Juga berbeda dengan tiga buku sebelumnya, di buku lukisan keempat, ia banyak mengekspresikan derita anak- anak Palestina di Jalur Gaza, akibat serangan bom membabi- buta, dalam perang Israel- Hamas.

Denny JA memberi keterangan, mengapa dalam buku lukisannya yang keempat, telinga para tokoh di lukisan itu, jauh lebih besar dari ukuran normal.

Telinga yang lebih besar itu simbol harapan sang pelukis. Ini era kita harus mendengar lebih banyak. Itu disimbolkan dengan telinga yang lebih besar dibandingkan ukuran telinga yang biasa.

Keempat buku lukisan, yang mempublikasi 307 karya lukisan Denny JA, diedit oleh Studio Janggi, dalam rentang waktu dua tahun: 2022-2024.

Sebelum menemukan karakter lukisannya, Denny JA mempelajari karakter pelukis dunia lain. Margaret Keane dikenal dengan gaya lukisannya yang menampilkan anak-anak dengan mata yang sangat besar, dikenal sebagai “Big Eyes.”

Ciri khas ini muncul dari pengalaman pribadinya dan keinginannya untuk mengekspresikan emosi melalui mata yang ekspresif.

Proses kreatifnya melibatkan pengamatan mendalam terhadap ekspresi wajah dan ekspresi emosional anak-anak.

Sementara itu, Fernando Botero dikenal dengan gaya lukisannya yang menggambarkan tubuh manusia dan objek dengan proporsi yang sangat besar dan bulat.

Ciri khas ini terinspirasi oleh minatnya terhadap seni Baroque dan Renaissance. Dalam era itu, proporsi yang berlebihan sering digunakan untuk menonjolkan keindahan dan kekuatan visual.

Proses kreatif Botero melibatkan eksperimen dengan proporsi dan bentuk untuk mencapai estetika yang khas dan menggemaskan.

Kedua seniman ini menemukan ciri khas mereka melalui eksplorasi visual, pengamatan mendalam, dan keinginan kuat untuk menyampaikan pesan atau emosi tertentu melalui karya seni mereka.

baca juga : Denny JA: Derita Palestina dan Kisah Kuping yang Lebih Besar

Salah satu contoh terkenal dari Margaret Keane dengan ciri khas adalah lukisan berjudul “The Big Eyes.” Karya ini menampilkan seorang anak perempuan dengan mata yang sangat besar, memberikan sentuhan dramatis pada ekspresinya dan memperkuat identitas visual yang menjadi ciri.

Sementara itu, salah satu karya terkenal Fernando Botero adalah lukisan “Mona Lisa, Age 12.” Dalam lukisan ini, Botero memberikan interpretasi uniknya terhadap Mona Lisa dengan mengeksagerasi proporsi wajah dan tubuh, menciptakan estetika bulat dan penuh yang menjadi ciri khasnya.

“Maka saya pun merumuskan ciri khas lukisan,” ujar Denny. Di era ini, kita perlu mendengar lebih banyak. Kita perlu lebih membuka telinga. Sikap ini disimbolkan dengan “Kita perlu telinga yang lebih besar.”

Sebanyak 62 lukisan saya dalam buku lukisan keempat ini, dipenuhi oleh figur dengan telinga atau kuping yang jauh lebih besar.