oleh

Denny JA: Derita Palestina dan Kisah Kuping yang Lebih Besar

Pengantar Buku Lukisan Artificial Intelligence

koranmakassarnews.com — Drama yang lahir dari derita dalam kisah itu terus membekas dan membayang di pikiran saya. Pagi ketika bangun, aktivitas siang dan sore, hingga malam menjelang tidur, kisah itu terus hadir, berputar seperti film.

Itu berita mengenai seorang nenek di Gaza, yang seketika kehilangan empat belas anggota keluarganya dalam waktu semalam saja. Satu persatu mayat anaknya, menantu, adik dan cucu, ia temukan di antara puing- puing rumah.

Satu persatu, 14 mayat anggota keluarganya itu, ia doakan, dengan linangan air mata.

Mereka bukan Hamas. Mereka kebetulan saja dilahirkan di Palestina dan sejak lahir tinggal di Gaza. Mereka tak tahu menahu soal serangan Hamas ke Israel. Namun mereka ikut menjadi korban serangan membabi buta Israel ke Gaza. (1)

Kisah ini sudah saya tuangkan ke dalam puisi esai. Judul yang saya pilih: “Malam Itu di Gaza, Air Matanya Diseka oleh Puluhan Bom.”

Dalam Festival Puisi Esai Jakarta, yang diikuti penyair ASEAN, di Taman Ismail Marzuki, tengah Desember 2023, puisi esai itu dibacakan di acara pembuka.

Namun kesan mendalam dan duka peristiwa itu terus saja datang, bergelayut- gelayut dalam benak dan batin. Saya pun menuangkannya dalam beberapa lukisan Artificial Intelligence.

Satu dari lukisan itu dijadikan ilustrasi buku Kumpulan Puisi, Cerpen dan Esai soal Palestina yang dikurasi oleh Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, dengan editor: Akmal Nasery Basral.

Kumpulan bukunya juga sudah terbit (Desember 2023): Perang Pecah (Lagi) di Gaza.

-000-

Menjelang Natal dan tutup tahun 2023, kembali saya melukis soal batin derita di Gaza. Palestina lagi. Gaza lagi. Kisah ini entah mengapa seperti meminta saya untuk terus menerus mengeskpresikannya, menyebarkannya.

Tiga lukisan Artificial Intelligence terbaru itu sudah saya bagikan ke media soal dan aneka WhatsUp grup.

Melukis digital dengan Artificial Intelligence menemukan ekosistemnya sendiri yang sesuai. Lukisan itu tidak dibuat untuk komersial. Pameran utamanya pun bukan di gedung ataupun outdoor.

Ruang pamerannya adalah Facebook, Instagram dan WA, Twitter. Jika divideokan meluas lagi pamerannya ke Youtube dan TikTok.

Sejak bulan Agustus 2023 hingga Desember 2023, di sela sela kesibukan saya tetap melukis di ipad saya, menggunakan dan mengkombinasikan berbagai aplikasi lukisan, seperti Midjourney, Canva, PhotoRoom, ProCreate, dan PicsArt.

Di era ini, kanvas sudah diganti oleh layar handphone. Kuas diganti oleh pinsil elektronik. Cat minyak atau akrilik atau cat air sudah diganti dengan simulasi warna dan bahan elektronik.

baca juga : Pemkab Enrekang Gagas Tabligh Akbar Untuk Menggalang Donasi Bagi Palestina

Namun lukisan tetap membutuhkan konsep yang sama, baik yang konvensional ataupun yang digital, walau menggunakan artificial intelligence.

Lukisan itu sama sama memerlukan imajinasi dan sentuhan batin sang pelukis. Hanya dua hal itu yang membuat lukisan hidup. Dua hal itu pula yang tak bisa sepenuhnya digantikan oleh Artificial Intelligence.

Berbagai tema saya gali untuk kumpulan lukisan ini: Derita Palestina, Imajinasi Anak- Anak, Loneliness, Mendengar Suara Orang- Orang Miskin, hingga suara batin mereka yang tak beruntung.

Lahirlah buku lukisan saya yang keempat. Buku lukisan pertama terbit di tahun 2022: The Power of Silence (73 lukisan). Lalu buku lukisan kedua: Artificial Intelligence Sebagai Malin Kundang (112 lukisan), terbit tahun 2023, bulan Juli (edisi kedua).

Buku lukisan ketiga: Melukis Ulang Karya 20 Pelukis Dunia, terbit tahun 2023, bulan Agustus (60 lukisan). Buku keempat ini akan terbit bulan Januari 2024, juga berisi 60 lukisan.