oleh

Kahar Diduga Dianiaya Polisi Hingga Tewas, Keluarga Korban Tunggu Sikap Kapolda Sulsel

MAKASSAR, koranmakassarnews.com -Ernawati (31) Ibu rumah tangga warga jalan Perdamaian kelurahan Bara baraya kota Makassar kembali mempertanyakan perkembangan kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian kakak kandungnya.

Ernawati mengungkapkan bahwa banyak kejanggalan kematian kakaknya, dimana pihak kepolisian terkesan menutup-nutupi perkembangan kasus yang menimpa saudara laki lakinya tersebut.

Sejak kejadian itu, Ernawati berjuang melakukan upaya hukum dengan mengumpulkan bukti bukti berupa rekaman CCTV, Foto fisik luka lebam yang dialami korban, dokumen pelengkap serta bersurat kepada Kapolda Sulsel.

Ernawati (Pelapor) memperlihatkan bukti foto luka korban dan surat laporan polisi

“Dari hasil CCTV milik tetangga rumah Istri kakak terlihat ada 12 orang dengan tiga Mobil mendatangi lokasi di jalan Tamangapa Raya menjemput kakak saya (korban Kahar dg Sibali). Kejadiannya sekitar pukul 07.02. Pagi, hari Rabu 24 Juli 2019 lalu.” ungkap Ernawati kepada koranmakassarnews.com, Senin (12/10/2020).

Kondisinya pada saat itu baik baik saja, menurut keterangan istrinya, korban masih dalam keadan baru bangun tidur waktu dijemput Polisi. Namun sore harinya Erna mendapat kabar kakaknya sudah meninggal.

“Istri Kakak Saya mendatangi rumah di Ablam mengabarkan kalau suaminya sudah meninggal dan ada di RS Bhayangkara.” ujar Erna.

Kemudian, sesampainya di RS Bhayangkara pihak staf uryan Dokpol RS Bhayangkara Makassar Bripka Aris Setia menyampaikan kepada Erna tentang kematian kakak kandungnya.

“Bripka Aris Setia bilang ke saya Kahar menghembuskan nafas terakhir pada pukul. 10.00 Wita Pagi di hari yang sama, akibat tembakan.” ucapnya.

Saat ingin melihat mayat korban, Ernawati mengakui dihalang halangi oleh Bripka Aris Setia dengan alasan banyak Awak media. Bahkan saat Erna meminta jenzah korban dilakukan otopsi pihak RS Bhayangkara mengarahkan agar tidak usah otopsi dengan alasan hanya luka tembak. “Kakak ta’ mati ditembak ji bu, janganmi di otopsi bikin malu jki. Ada Media di luar banyak.” ucap Erna mengulang perkataan petugas.

Baca Juga: Kapolda Sulsel Pimpin Jumpa Pers Kasus Pelanggaran Kesusilaan Terhadap Belasan Mahasiswi UIN Alauddin Makassar

Namun setelah jenazah sampai di rumah duka jalan Tamangapa Raya, keluarga korban terkejut melihat kondisi korban yang penuh luka, leher terkulai seperti patah serta darah keluar dari mulut dan telinga.

Atas keganjalan ini, Ernawati meminta perhatian aparat kepolisian dalam pengawalan kasus yang diduga terjadi pelanggaran SOP oleh sejumlah anggota Polisi.

Bersurat ke Kapolda Sulsel, Melapor ke Propam dan Ditreskrimum Namun Belum Ada Hasil

Atas dugaan penganiayaan oleh sejumlah oknum polisi yang menyebabkan kematian kakaknya, Ernawati menyurat ke Kapolda Sulsel Irjen Hamidin (pejabat Kapolda Saat itu) bermaksud meminta keadilan dan menuntut agar oknum aparat yang diduga melakukan penganiayaan diproses secara hukum.

Atas arahan Kapolda Sulsel, kasus tersebut diserahkan ke Kabag Sidik pada 16 Agustus 2019. Sebulan kemudian Ernawati menemui penyidik bagian sidik Polda Sulsel bermaksud mempertanyakan perkembangan penanganan kasus itu namun petugas menyampaikan bahwa kasus tersebut masih dalam pengembangan dan para terduga telah dipanggil untuk dimintai keterangan.

Dua bulan menunggu tak ada kabar, Ernawati kemudian melaporkan aduan kasus dugaan penganiayaan tersebut ke Propam Polda Sulsel tepatnya pada 17 Desember 2019. Dua minggu kemudian pelapor dipanggil petugas Paminal untuk dimintai keterangan.

Pada pertemuan selanjutnya, petugas Paminal berpangkat Bripda di Polda Sulsel memperlihatkan surat penolakan Autopsi yang menyatakan Ernawati selaku pelapor menolak autopsi lengkap dengan nama, tanda tangan dan alamat lengkap. Hal tersebut kemudian dibantah oleh pelapor yang merasa tidak pernah menandatangani surat penolakan Autopsi,

“Saya diperlihatkan surat penolakan outopsi sama Petugas propam, tapi saya dengan tegas mengatakan tidak pernah melihat surat itu sebelumnya apalagi menandatangani itu. Bahkan saya dari awal yang mau supaya mayat kakak saya di autopsi karena dugaan penganiayaan.” tandas Ernawati.

Ernawati menuturkan berkali kali bolak balik Polda Sulsel, berupaya terus mendesak pihak kepolisian atas penanganan kasus yang menimpa kakak kandungnya. Sehingga dipertemukan dengan para terduga pelaku, yang kemudian meminta maaf serta hendak memberikan uang duka kepada pelapor. Namun ditolak oleh pelapor.

Selanjutnya pada 25 Februari 2020 pelapor kembali dipanggil untuk dimintai keterangan dan pada juni 2020 pelapor diundang untuk dilakukan gelar perkara yang dihadiri Paminal, Propam, Kabag Sidik, dan beberapa penyidik. hasilnya bahwa sementara pengembangan dan pelapor diarahkan untuk cari jalan baiknya.

Baca Juga: Buron Kasus Korupsi Asal Kepri Berhasil Diamankan Tim Intelijen Kejaksaan Agung RI

Dalam gelar perkara tersebut pelapor mengetahui bahwa orang yang menyetujui surat penolakan autopsi kakak kandungnya adalah Haji Agus yang merupakan tetangga korban.

“Setahun lewat proses kasus ini belum menemukan titik terang, alasan kematian Kahar dg Sibali masih menjadi tanda tanya besar, kepastian hukum pun menjadi kabur. Saya sangat berharap pihak kepolisian yang katanya pengayom masyarakat bisa menunjukkan kinerjanya secara transparan, jujur dan profesional.” harap Ernawati.

Diujung ketidak pastian penantiannya, Ernawati masih percaya bahwa pihak kepolisian Polda Sulsel masih punya integritas tinggi terhadap penanganan kasus apalagi menyangkut pelanggaran yang dilakukan oleh oknum anggotanya sendiri. (*)