oleh

Tahanan di Kantor Polisi Tempat Penyiksaan: Hentikan Penahanan di Kantor Polisi, Revisi KUHAP dan UU Narkotika Sekarang !

JAKARTA, koranmakassarnews.com – Lagi dan lagi, tahanan kepolisian meninggal. FNS, seorang tahanan kasus narkotika Polres Metro Jakarta Selatan, jadi korbannya. Kematian FNS terjadi di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta pada Kamis, 13 Januari 2022 lalu.

Rekan korban yang pernah menjenguk di rumah sakit sempat mendengar korban mengeluh nyeri di sekujur tubuhnya. Ia pun melihat luka di kaki kulit korban yang menimbulkan bercak darah di bagian paha. Korban mengaku kerap dipukuli.

Terkait kematian FNS, Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto membenarkan adanya tahanan di kantornya yang meninggal dunia. Namun pihak polres menyatakan, sebab kematian FNS karena sakit demam dan tidak nafsu makan.

Pernyataan tersebut patut diperiksa kebenarannya, lantaran FNS meninggal pada saat menjalani masa penahanan. Terlebih, rekannya mendengar kalau korban dipukuli dan melihat luka di tubuhnya.

Indikasi penyiksaan tahanan di kantor polisi yang dialami FNS bukanlah kejadian pertama, terlebih dalam perkara narkotika. Sebelumnya, pada Agustus 2020 lalu, publik dihebohkan atas dugaan penyiksaan yang dialami Hendri Alfred Bakari. Kematian Hendri saat menjadi tahanan Polresta Barelang Batam diduga akibat penyiksaan. Dugaan penyiksaan tersebut cukup kuat karena saat meninggal kepala Hendri ketat dibungkus plastik dengan selotip coklat yang tebal. Selain itu, terdapat bekas memar di tubuh Hendri.

baca juga : Kematian Napi Lapas Kelas II A Bolangi, Kuasa Hukum : Tidak Wajar

Praktik penyiksaan dalam proses hukum sesungguhnya telah lama dilaporkan sejumlah komunitas. Pada 2011, LBH Masyarakat mencatat, dari 388 tersangka kasus narkotika se-Indonesia, 115 di antaranya mengalami penyiksaan. Studi tersebut dipertegas kembali pada 2021, bahwa dari 150 peserta penyuluhan hukum di rumah tahanan di Jakarta, 22 orang mengalami penyiksaan di tingkat kepolisian.

Peristiwa yang menimpa FNS Kamis lalu sejalan dengan konteks penyiksaan tersebut. Ada tiga persoalan mendasar yang jadi faktor pendorong terjadinya praktik penyiksaan pada tahanan kepolisian ini.

Pertama, berkaitan dengan hukum acara pidana di Indonesia. Saat ini ada cacat mendasar dalam KUHAP, bahwa keputusan untuk menahan ada di tangan penyidik, ataupun di otoritas yang melakukan penahanan. Padahal sesuai dengan ketentuan ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) akan hak kemerdekaan, keputusan mehanan dalam peradilan pidana harus berasal dari otoritas lain selain penyidik untuk menjamin pengawasan berjenjang.