oleh

The Miracle Man

II

Tempat itu bernama Saung Darussalam. ‘Saung’ karena rumah-rumah bambu berdiri di tempat itu, disebut ‘saung’ oleh orang Sunda. Sementara ‘darussalam’ atau ‘dār as-salām’ adalah kontraksi kata bahasa Arab yang bermakna ‘rumah kedamaian’.

Pertama kali saya mengunjungi tempat itu sekitar tahun 2021. Waktu itu Saung Darussalam masih di masa-masa awal berdiri. Hamparan sawah yang hijau, kebun stroberi yang tertata rapi, kolam-kolam ikan dengan gemericiknya yang memanjakan telinga… Di tanah seluas sekitar 600 m2 itu berdiri beberapa ‘saung’ dari bambu. Dipadukan dengan udara dingin, tempat itu benar-benar indah dan menyejukkan mata.

Namun, bukan ‘set up’ fisiknya yang membuat tempat itu benar-benar indah dan menyejukkan mata, tetapi orang-orang yang tinggal di sana: Mereka yang memendam rindu kepada Rasulullah. Para pelantun shalawat yang tak kenal lelah. Setiap malam di tempat itu dibacakan shalawat pengobat rindu, bait-bait indah dari kitab ‘Dalailul Wushul’, sudah dua tahun mereka membacanya tanpa putus. Bukan hanya itu, di sana juga tersimpan sebuah ‘pusaka’ yang tak ternilai harganya. Saya tak bisa menceritakannya di sini. Hanya para perindu dan pecinta yang tahu betapa istimewanya hal itu.

Singkat cerita, tahun 2022 mereka ingin membangun sebuah masjid di sana, Masjid Shalawat. Masjid tempat berkumpul para pecinta shalawat kepada Rasulullah. Mendengar kisahnya yang luar biasa, saya memberanikan diri untuk ikut membantu pembangunan masjid itu. Masjid itu sangat dibutuhkan bukan hanya oleh warga Saung Darussalam, tetapi juga oleh warga 4 desa di sekitarnya.

Sejak pembangunan masjid ini dikerjakan dua tahun lalu, ada ribuan orang yang terlibat menyokongnya. Di platform crowd-funding kitabisacom, tercatat sudah lebih dari 7.000 orang yang ikut berdonasi untuk pembangunan masjid ini. Tak terhitung berapa jamaah pengajian dan lainnya. Saung Darussalam punya cara yang unik untuk mengabadikan para donatur yang terlibat: Setiap batu bata yang terpasang di masjid itu dibacakan shalawat dan didoakan atas nama penyumbang.

baca juga : Ayah, Ibu dan Dua Adikku Melompat Dari Gedung Tinggi, Bunuh Diri

Kini pembangunan masjid itu sudah memasuki lantai 3. Pengurus Saung Darussalam sedang mengecor dudukan kubah masjid. “Kubah hijau seperti di Masjid Nabawi.” Kata panitia pembangunan masjid itu. “Tadinya kami berharap masjid ini bisa rampung bulan Ramadhan tahun ini. Tapi rupanya meleset hingga target baru harus dibuat, bulan Muharram.” Sambungnya.

Ya, meski banyak yang membantu, pembangunan masjid ini tidaklah mudah. Menjelang 1 Ramadhan 1445 H, panitia pembangunan masjid mengirim saya pesan WA: “Kang Fahd, kami sedang ada kebutuhan mendesak. Harus bayar utang ke toko bangunan dan membayar upah pekerja minggu ini. Kami mohon petunjuk.” Pesan itu dilengkapi jumlah rupiah yang dibutuhkan. Tidak sedikit jumlahnya. Karena sedang berada di luar negeri, saya belum tahu bagaimana cara memenuhinya. Hanya bisa membalas pendek, “Insya Allah nanti ada jalannya.”