oleh

The Miracle Man

Kisah Mesjid Sholawat dan Denny JA – Oleh Fahd Pahdepie

koranmakassarnews.com — Malam itu pukul 22.30 waktu Sydney, Australia. Hari pertama puasa, 1 Ramadhan 1445 H. Saya membuka layar handphone dan membaca sebuah pesan WhatsApp, tertulis pengirimnya Denny JA. “Kabar politik dari tanah air…” Gumam saya.

Namun, ternyata saya keliru. Pesan Pak Denny kali ini menuliskan judul yang berbeda dari biasanya, ‘Momen Merenung’, bunyi pesan itu. Saya mengernyitkan dahi. Lalu mulai membaca perlahan, “Setelah politik yang membelah, datanglah momen sebulan penuh, kembali menggali hal-hal yang lebih esensial dan spiritual. Selamat bulan Ramadhan.” Tulisnya.

Apa istimewanya pesan semacam itu? Sebenarnya bukan ucapan itu yang ingin saya bahas dalam tulisan ini. Tetapi sebuah tautan video Youtube yang disertakan bersamanya. Sejurus kemudian, saya membuka tautan itu, lalu mulai mendengarkan Denny JA yang bernyanyi dengan latar belakang buku-buku. Ia menyanyikan lagu favorit saya sepanjang masa, ‘Rindu Rasul’ dari Bimbo.

“Rindu kami padamu Ya Rasul, rindu tiada terperi. Berabad jarak darimu Ya Rasul, seakan dikau di sini…” Seperti Denny JA yang saya kenal, ia bernyanyi dengan suara baritonnya yang khas, berat dan merdu. Dalam hati, perlahan saya mengikuti nada yang ia nyanyikan, “Cinta ikhlasmu pada manusia bagai cahaya surga. Dapatkah kami membalas cintamu secara bersahaja?”

Sebagai pribadi, saya mengenal Denny JA cukup lama. Kurang lebih 15 tahun. Saya memanggilnya ‘Pak Denny’. Mentor yang mengajarkan saya tentang politik dan bisnis, sejak saya masih ‘yesterday afternoon boy’ alias ‘anak kemarin sore’ di Jakarta. Sering saya katakan dalam berbagai kesempatan: Saya adalah murid Denny JA, saya berguru kepadanya. Dalam 15 tahun itu, hubungan kami cukup dekat, hingga pada saatnya kami berbisnis bersama.

Mendengar ia menyanyikan ‘Rindu Rasul’ di video itu, saya bisa membayangkan perasaan Denny JA. Dia adalah laki-laki romantis dengan hati yang lembut. Bahkan kadang ‘mellow’. Denny JA yang saya tahu mudah sekali tersentuh dan menangis. Saya duga, dia pasti menangis ketika menyanyikan ‘Rindu Rasul’. Lagu itu selalu punya daya magisnya sendiri.

baca juga : Zikir, Enerji Batin dan Religiusitas Denny JA

Dan benar saja. Di video itu Pak Denny menangis. Saya surprise sekaligus bahagia menyaksikan pemandangan itu. Seorang Denny JA, polster kenamaan yang kadang kontroversial itu, menangis karena ‘Rindu Rasul’! Ah, betapa dalam dan syahdu. Betapa berharganya momen ini buat saya. Dan sambil terus mendengarkan Pak Denny bernyanyi, entah mengapa pikiran saya terbang ke sebuah tempat… di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut, sekitar 170 km dari Jakarta, sebuah kampung kecil bernama ‘Saung Darussalam’ di Ciwidey, Kabupaten Bandung. Izinkan saya menceritakan tempat itu.