oleh

21 Mei 1998 : Soeharto Mengundurkan Diri Sebagai Presiden Republik Indonesia

koranmakassarnews.com — Dongeng orde baru tentang pembangunan ekonomi terbongkar kerapuhannya di pertengahan 1997. Krisis moneter ditandai dengan anjloknya mata uang rupiah terhadap dolar secara drastis. Dari yang awalnya Rp 2.500/dollar nilainya turun dalam beberapa bulan hingga Rp 15.000/dollar. Kontan masyarakat Indonesia dilanda kepanikan mendalam. Sangat masuk akal jika kemudian menimbulkan banyak chaos.

Presiden Soeharto mencoba mengendalikan dengan pengetatan anggaran, proyek-proyek bernilai triliunan dihentikan. Namun, rupiah yang terus merosot tajam membuat pemerintah kehabisan akal, maka pilihan mudah pemerintah dengan “mengemis“ bantuan IMF. Bukan tanpa konsekuensi, paket bantuan senilai $43 Miliar menelurkan 50 butir kesepakatan yang harus dijalankan pemerintahan Soeharto.

Beberapa butir kesepakatan selain pengetatan anggaran, pemerintah dipaksa menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik yang merupakan sendi kehidupan rakyat. Seperti senjata makan tuan kebijakan turunan dari IMF ini semakin menyekik kehidupan ekonomi rakyat. Banyak PHK akibat Industri gulung tikar, harga-harga melonjak, pengangguran membengkak. Hal ini justru berakibat mempercepat laju reformasi.

Ketgam : Presiden Soeharto saat mengundurkan diri 20 Mei 1998

Mahasiswa yang tertidur lama mulai bergerak perlahan. Menjadi pioneer pada 22 Agustus 1997 digelar aksi keprihatinan oleh Aliansi Muda Islam Yogyakarta untuk Keadilan (Amika) yang menuntut reformasi ekonomi. Dari Yogyakarta memancing sejumlah aksi mahasiswa di daerah lain di Bandung (ITB) dan paling signifikan di Jakarta (UI).

Nampaknya mahasiswa yang hidup di tengah-tengah masyarakat paling mudah terpantik karena turut pula merasakan dampak krisis secara langsung. Seperti bola salju, aksi-aksi mahasiswa semakin menggelinding ke semua kampus. Bahkan bukan hanya mahasiswa, semua civitas akademik turut pula ambil bagian.

Tokoh-tokoh akademis, budayawan tak ketinggalan ikut memprovokasi perubahan. Tak heran aksi massa saat itu mampu menghimpun ribuan orang dalam sekali aksi. Stabilitas politik yang semu hasil represi dan rekayasa orde baru. Menyimpan potensi yang siap meledak kapan saja. Sejumlah oposan politik prodemokrasi menemukan momentum besar untuk menggulingkan rezim dan menggulirkan reformasi.

Bahkan orang-orang yang selama ini secara politik seirama dengan orde baru, balik melawan Soeharto seolah-olah bagian dari kaum reformis. Lembaga DPR yang mayoritas adalah Golkar, notabennya adalah partainya Seoharto, justru menyudutkan presiden sendiri. Pada 18 Mei 1998, melalui ketuanya Harmoko yang dikenal dekat dengan Soeharto, DPR mendesak presiden untuk segera mundur.

Para menteri kabinet pembangunan VII satu persatu mengundurkan diri dari jabatannya, semakin melemahkan pemerintahan. Pada awalnya Soeharto bersedia memenuhi tuntutan reformasi, dan ingin membentuk komite reformasi untuk menyusun struktur kabinet baru.