oleh

Asa dan Harapan Asosiasi Usaha Hiburan Malam di HUT Kota Makassar ke 414

Menurut Zul, dalam masa seperti sekarang ini, memang sangat sulit bagi usaha-usaha sektor hiburan mengikuti aturan main terkait jam operasional yang diizinkan dalam masa PPKM, karena pembatasan waktu operasional tersebut sebelumnya cukup singkat, bahkan teramat singkat sehingga wajar bila ada usaha yang melewati jam operasional yang ditetapkan.

“Pada pelaksanaan PPKM kemarin itu, memang tempat hiburan diberi waktu yang SUPER TERBATAS, buka hanya atau hingga pukul 21.00 Wita. Akibat dari aturan yang tidak dipertimbangkan secara matang ini, tentu pengusaha jadi bingung, karena mereka biasanya baru buka pada jam segitu dan diwajibkan tutup pada jam segitu juga. Bagaimana bisa mereka bertahan hidup kalau operasionalnya dibatasi dan ruang gerak mereka diawasi, sementara kebiasaan usahanya diharapkan untuk bisa beradaptasi secara tidak wajar ?,” tambah Zul.

Ket. Foto : Penyegelan THM Holywings Club 4 Makassar

Selama masa pandemi, kami justru berharap pemerintah bisa bijaksana terhadap usaha-usaha yang terdampak langsung, baik bagi karyawan maupun para pengusahanya, mengingat beban mereka sangat luar biasa dalam kurun waktu lebih kurang 19 bulan lamanya ini atau 12 x 2 pekan.

“Apalagi selama waktu tersebut, bantuan ‘satu biji’ beras pun tidak mereka dapatkan dari pemerintah, sementara pemerintah pusat juga seenaknya menerbitkan PEMBATASAN KEGIATAN tanpa ada solusi bagi karyawan dan pengusaha,”

“Jadi menurut kami, harusnya pemerintah itu merasa malu, karena seenaknya melakukan pembatasan dan penutupan usaha selama PSBB dan PPKM berjilid-jilid, yang nyata-nyata hanya menyengsarakan karyawan dan pengusaha, tanpa dibarengi upaya memberikan bantuan atau solusi yang bisa meringankan beban ekonomi dan penderitaan mereka,”

baca juga : Langgar Prokes, D’Liquid Claro Makassar Akhirnya Disegel dan Ditutup Sementara

“Kemarin-kemarin saat kita diminta untuk diam di rumah dan tidak ada pendapatan, lalu apa imbal balik dari pemerintah ? Pemerintah memang punya aturan dan jago membuat aturan PPKM, tapi apa mereka tidak merasa ‘malu’ kalau tidak membantu rakyatnya yang kelaparan, dihimpit utang karena ingin anak-anaknya sekolah atau kuliah dan beberapa kebutuhan lainnya yang tak kunjung dipenuhi ?,” tuturnya.

Menurutnya, andai saja pemerintah bisa lebih bijaksana, harusnya sebelum perpanjangan PPKM, logistik dan sembako itu seharusnya juga disiapkan sesuai batas waktu perpanjangan PPKM itu setiap minggunya. Bukan hanya sekali dalam setahun, apalagi kalau hanya sembako dengan nilai total seharga Rp 100.000, lalu ramai diberitakan sebagai bahan pencitraan tapi tidak menyentuh pihak yang benar-benar terdampak. Malah buntutnya banyak yang di korupsi.

Bantuan untuk karyawan dan pengusaha sektor pariwisata juga terkesan hanya ‘lips service’ saja, iming-iming bahkan oleh para pekerja dianggap bualan semata. Lihat saja dana hibah, kartu prakerja dan permintaan bansos yang sama sekali tidak pernah terealisasi dan tidak pernah menyentuh sektor ini. (*)