oleh

Denny JA: Derita Palestina dan Kisah Kuping yang Lebih Besar

Dalam waktu 16 bulan (Agutus 2022- Desember 2023), saya sudah menerbitkan empat buku lukisan, total berjumlah 300 lukisan lebih. Di luar buku, sekitar 100 lukisan saya cetak di kanvas dan dibagikan kepada teman, keluarga dan komunitas.

Dalam tempo 16 bulan, saya melahirkan 400 lukisan lebih. Mustahil ini bisa dikerjakan tanpa bantuan Artificial Intelligence.

Dimana saja lukisan itu dipamerkan? Lukisan itu ada yang dipajang di kamar tidur, kamar kerja, ruang tamu handai taulan. Itu untuk lukisan yang memang secara personal dibuat untuk teman dan keluarga.

Mereka senang melihat wajah mereka sendiri yang ada di lukisan itu, dengan aneka nuansa batin yang hadir.

Lebih banyak lukisan itu dipamerkan secara temporer saja di acara komunitas. Sambil berdiskusi untuk isu agama, sastra, politik, di taman, kafe, rumah ibadah, dan gedung, lukisan saya itu ikut dipamerkan.

Komunitas yang sering menggunakannya: Perkumpulan Penulis Indonesia Satu Pena, Forum Puisi Esai, Forum Spiritualitas Esoterika, hingga forum peneliti di LSI Denny JA, untuk acara konferensi pers.

Juga dipamerkan lukisan itu di acara International (IMLF, di Sumbar), juga di Taman Ismail Marzuki (Acara drama Malin Kundang), di Taman Mini (Festival Budaya Wara-Wiri).

Tapi yang lebih khas masa kini, ruang pameran utama lukisan itu tetap di media sosial dan WA grup.

Apa yang menjadi ciri lukisan saya? Maka kita eksplorasi dulu ciri khas pelukis lain, di dunia.

-000-

Margaret Keane dikenal dengan gaya lukisannya yang menampilkan anak-anak dengan mata yang sangat besar, dikenal sebagai “Big Eyes.” Ciri khas ini muncul dari pengalaman pribadinya dan keinginannya untuk mengekspresikan emosi melalui mata yang ekspresif.

Proses kreatifnya melibatkan pengamatan mendalam terhadap ekspresi wajah dan ekspresi emosional anak-anak.

Sementara itu, Fernando Botero dikenal dengan gaya lukisannya yang menggambarkan tubuh manusia dan objek dengan proporsi yang sangat besar dan bulat.

Ciri khas ini terinspirasi oleh minatnya terhadap seni Baroque dan Renaissance. Dalam era itu, proporsi yang berlebihan sering digunakan untuk menonjolkan keindahan dan kekuatan visual.

baca juga : Terima Donasi Dari Pemkab Serang JK: Ini Pemda Pertama yang Menyumbang Untuk Palestina

Proses kreatif Botero melibatkan eksperimen dengan proporsi dan bentuk untuk mencapai estetika yang khas dan menggemaskan.

Kedua seniman ini menemukan ciri khas mereka melalui eksplorasi visual, pengamatan mendalam, dan keinginan kuat untuk menyampaikan pesan atau emosi tertentu melalui karya seni mereka.

Salah satu contoh terkenal dari Margaret Keane dengan ciri khas adalah lukisan berjudul “The Big Eyes.” Karya ini menampilkan seorang anak perempuan dengan mata yang sangat besar, memberikan sentuhan dramatis pada ekspresinya dan memperkuat identitas visual yang menjadi ciri.

Sementara itu, salah satu karya terkenal Fernando Botero adalah lukisan “Mona Lisa, Age 12.” Dalam lukisan ini, Botero memberikan interpretasi uniknya terhadap Mona Lisa dengan mengeksagerasi proporsi wajah dan tubuh, menciptakan estetika bulat dan penuh yang menjadi ciri khasnya.