oleh

Denny JA: Jangan Melarang, Tapi Terapkan Pajak Untuk Tiktok Shop

koranmakassarnews.com — Yang sudah dicapai oleh teknologi, jangan dilarang oleh politik, jangan dihapuskan atau dilarang beroperasi oleh kebijakan pemerintah. Mengapa? Karena trend teknologi dan trend peradaban lebih kuat dibandingkan pemerintahan nasional manapun!

Itulah respon saya ketika membaca berbagai seruan di media soal TikTok Shop. Salah satunya menyatakan: Pemerintah Harus Tegas Menyikapi TikTok Yang Ogah Pisahkan Bisnis Media Sosial Dan Ecommerce.

Sebagian publik ingin agar e-commerce dipisahkan dari media sosial. Juta berita yang mengatakan MenkopUKM akan melarang praktek yang menggabungkan media sosial dan e-commerce sekaligus.

Tapi bagaimana kita bisa memisahkan itu, melarang itu, jika teknologi inovasinya sudah sampai di sana?

Mari kita mulai dengan data. Ada tiga tahap perkembangan teknologi dalam industri online.

Pertama, datangnya E-commerce, di tahun 1994. Ini adalah era awal meluasnya internet. Amazon termasuk yang memulai online shopping. Ia melihat ada potensi luar biasa di dunia internet dan ada peluang mengalihkan belanja dari offline di darat menjadi online di viral di udara.

baca juga : Denny JA; Efek Lagu Capres, Ketika Pemimpin Bernyanyi

Kedua, kemudian datanglah itu revolusi social commerce di tahun 2000-an. Ini era awal media sosial dimana kemudian e-commerce pun dikombinasi dengan media sosial. Yang pertama-tama menggabungkan ini justru bukan TikTok, tapi Instagram dan Facebook.

Ketiga, lebih dari itu lagi muncul tahap online shopping berikutnya: live commerce, di tahun 2010. Ini era ketika video streaming meluas. Melalui live commerse, interaksi antara penjual dan pembeli menjadi lebih hidup, personal, layaknya seperti pertemuan di darat.

Tak hanya TikTok yang mencapai dan menggabungkan ketiganya, tapi juga Instagram dan Facebook. Terdapat pula yang non- media sosial seperti Shopee dan Lazada.