oleh

Kisruh Seleksi Anggota BPK, Pengamat Hukum Sebut Cermin Besar Predikat Negara Hukum

JAKARTA, koranmakassarnews.com | Pengamat Hukum, Universitas Warmadewa Denpasar, Dr. I Wayan Suka Wirawan, S.H., M.H. menilai kisruh seleksi Anggota BPK seharusnya tidak perlu terjadi, jika DPR RI konsisten menghormati legislasi yang dibuatnya sendiri.

Pasalnya, menurut Wayan, UU BPK merupakan bagian dari tatanan yuridis yang berfungsi untuk mengkondisikan prilaku timbal-balik tertentu diantara warga negara untuk menjadikan mereka menghindari tindakan yang dianggap mengganggu atau dapat membahayakan masyarakat.

“Mengkondisikan agar warga negara melakukan tindakan-tindakan yang, karena beberapa alasan, dipandang menguntungkan atau bermanfaat bagi masyarakat, atau dalam hal ini, menjamin warga negara dan masyarakat bebas dari acaman-ancaman social order,” demikian tegas Wayan dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Rabu 1/09 siang.

Tujuan itu, Wayan merujuk kepada functionalist school yang menegaskan bahwa negara bagaimanapun perlu menetapkan “prakondisi” tertentu yang diharapkan tiba pada “konsekuensi” yang dikehendaki.

“Jika konstitusi menetapkan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan sebagai tujuan, dan dalam konteks pemeriksaan keuangan negara tujuan itu dipandang hanya mungkin diwujudkan oleh suatu subyek yang bebas dan mandiri (terutama dalam pengertian lepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah), maka ini juga berarti bahwa kebebasan dan kemandirian merupakan prakondisi keadilan dan kemakmuran sebagai konsekuensi, termasuk melalui, demikian konsideran UU BPK, pengelolaan keuangan negara yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN),” sambung Dosen Ilmu Hukum itu..

Wayan menambahkan, jaminan tertib sosial termasuk dari ancaman pengelolaan keuangan negara yang korup merupakan pernyataan hukum yang sifatnya “ex ante”. Ia menetapkan sesuatu yang dikehendaki bukan saja untuk saat ini, tetapi juga di kemudian hari.

“Cara perwujudannya, sebagai prakondisi, dalam konteks tertentu bahkan hampir selalu ditetapkan melalui aturan-aturan imperatif (mandatory), bergantung pada hakikat persoalan hukum yang diatur karena bagaimanapun, isi aturan hukum harus sesuai dengan hakikat persoalan hukum yang diatur,” Kata Wayan yang berprofesi sebagai Advokat itu.