oleh

Klaim Proyek Ratusan Triliun Penggugat Enam Media Tak Libatkan Pemerintah

“Kesepakatan pembangunan Pulau Lakkang dan Pulau Raja Ampat jika dilihat dari bukti P-19 s/d P22 adalah bentuk dari investasi asing. Kalau ingin membangun setidaknya harus ada pelibatan oemeeintah baik daerah maupun pusat. Ini tidak ada sama sekali,” urai Jebra.

“Kontradiktifnya adalah bukti P-19 dan P-22 bahwa yang mengajukan proyek proposal anggaran adalah PT Biizdnillah Tambang Nusantara, BTN Power (M) SDN, BHD, ADP Daya Prima dan The Regency Of Sulawesi. Namun, Penggugat merasa dirugikan. Inikan lucu, siapa yang merasa dirugikan? Seolah yang mendapatkan proyek pekerjaan itu adalah Penggugat, nyatanya tidak,” sambung Al Jebra.

Menurutnya, bukti surat yang diajukan terkait kesepakatan membangun Pulau Lakkang dan Raja Ampat di Papua. Namun menjadi pertanyaan, apakah Penggugat juga penguasa di Papua, sehingga mengajukan gugatan terhadap Tergugat.

Empat Media tergugat serahkan bukti ke Majelis Hakim PN Makassar

Sementara Kuasa Hukum Media Tergugat VI, Esa Mahdika, SH menilai bukti surat yang diserahkan pihak Penggugat sudah melenceng dari gugatan sebelumnya, dimaan memperkarakan pemberitaan media yang harusnya menjadi delik Pers.

“Apa yang ditunjukan dalam alat bukti oleh Penggugat menurut kami sudah melenceng jauh dari gugatannya. Gugatannya ini mengenai Delik Pers, yakni atas pemberitaan media-media yang digugat, bukan gugatan sengketa waris kerajaan atau siapa yang berhak untuk dikukuhkan menjadi Raja. Menurut kami hal ini jelas menunjukkan telah kaburnya gugatan Penggugat,” tegasnya.

baca juga : Empat Media Tergugat Serahkan Bukti Surat Pada Majelis Hakim PN Makassar

Adapun mengenai kontrak kerja sama atau apapun bentuknya, kata Esa, juga tidak berkaitan dengan media Tergugat. Menurtnya, jika penggugat merasa dirugikan atas kontrak proyek, harusnya mengajukan gugatan wanprestasi atau semacamnya dengan pihak yang membuat kesepakat dengan pihak Penggugat.

Selain itu, lanjut Esa, perlu diperhatikan dalam alat bukti penggugat pada P-21 yang menyebutkan “Yang maha mulia tidak pernah ditabalkan sebagai sultan tak memenuhi kriteria yang diperlukan dalam agreement proyek.