oleh

Membedah Pemikiran Denny JA di Pesantren, Kitab Suci di Abad 21

Riset ini mengagetkan karena Amerika Serikat selama ini dianggap sebagai contoh negara Barat yang sangat tinggi apresiasinya pada agama. Ternyata hasil riset pada 2014 lalu itu membuktikan hal yang sebaliknya.

Ketika ditanya bagaimanakah cara mereka melihat kitab suci, dan bagaimana sebaiknya kitab suci ini dipahami, jawabannya 39 persen mengatakan bahwa kitab suci itu harus dibaca secara tekstual atau apa adanya.

Apa yang tertulis begitulah pula yang harus diartikan, dan begitulah pula yang harus dilaksanakan.

Namun 36 persen dari mereka menyatakan bahwa kitab suci itu tidak untuk dibaca secara tekstual melainkan secara metaforik yakni kandungan pesan moral atau moral teaching di balik narasi ayat-ayat tersebut.

Data-data ini menjadi latar belakang untuk memahami fenomena kitab suci di abad 21, yang dirisaukan oleh banyak orang.

Kerisauan itu dianggap wajar karena kita masih berharap bahwa agama, dan tentu saja kitab sucinya, memainkan peran penting di era modern sekarang, lebih dari sekadar menjadi justifikasi dari tindakan-tindakan kekerasan seperti terorisme atas nama jihad.

Empat Pendekatan
 
Selanjutnya Gaus menguraikan empat pendekatan yang dibuat oleh Denny JA dalam memandang posisi kitab suci di abad 21.

Pertama adalah yang dipercayai kaum fundamentalis yang menganggap kitab suci adalah konstitusi. Maka penekanannya pada soal halal dan haram.

Bahkan penting pula bagi mereka untuk mengimplementasikan hukumnya secara harfiah, misalnya hukuman melempar batu kepada mereka yang dianggap berzina hingga mati. Atau, hukum memotong tangan pencuri. Mereka benar-benar menjadikan kitab suci sebagai kitab hukum.

baca juga : Walikota Danny : Penguatan Pendidikan Alquran Wujudkan Makassar Kota Santri

Kedua, kaum sekuler atau rasionalis yang menganggap kitab suci hanya narasi pra-sains. Keberadaan kitab suci di era sains saat ini dianggap janggal dan dapat menghambat kerja keilmuan yang sepenuhnya didasarkan pada riset-riset empirik, bersifat objektif, dan dapat dibuktikan.

Bagi mereka kitab suci menyumbang kepada cara berpikir anti-sains dalam masyarakat. Karena itu kitab suci menurut mereka bukan saja tidak relevan melainkan juga cukup berbahaya dalam membangun peradaban ilmu pengetahuan.