oleh

Zikir, Enerji Batin dan Religiusitas Denny JA

(III)

Menurut saya, hal yang kurang disinggung orang terhadap sosok Denny JA adalah sikap dan perkembangan aspek religiusitasnya. Diakui, dia seorang yang banyak teman dan bergaul dengan banyak kalangan. Hampir tidak ada elit nasional yang tidak mengetahui dan kenal siapa sosok Denny. Karena itu menelaah kecendenderungan beragamanya merupakan hal yang penting dan memberikan nilai akademis yang layak diketahui oleh banyak orang.

Tidak bisa disangkal lagi dia adalah seorang muslim. Orang tuanya beragama Islam, teman-temannya pun sebagian besar beragama Islam. Di samping menuntut ilmu di UI, dia senang mengikuti kajian dan studi di luar kampus.

Sejauh yang saya ikuti, dia sering terlibat dalam kajian agama Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan aktif dalam kelompok studi yang difasilitasi oleh tokoh modernis Islam Djohan Effendi. Yang terakhir ini terkenal sejak namanya disebut dalam biografi pemikiran Achmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam yang diterbitkan pertama kali oleh LP3ES pada tahun 1983. Wahib, Djohan dan Dawam Rahardjo adalah tiga mahasiswa UGM di era 1960-an yang merasa resah dengan ‘kemujudan’ pikiran di HMI dan kemudian membuat kelompok studi Limited Grup di bawah asuhan Mukti Ali, menteri agama di masa awal Soeharto.

Mereka membiasakan diri untuk berpikiran bebas dan melepaskan diri dari pengaruh politik Islam Natsir dan Masyumi yang dirasakan gagal untuk membuat Islam berjaya.

Beberapa anak muda awal 1980-an, rutin berkunjung ke rumah Djohan dan membentuk kelompok studi. Karena Djohan tinggal di Jalan Proklamasi Jakarta Pusat, maka wadah mereka itu dinamakan Kelompo Studi Proklamasi (KSP).

baca juga : Denny JA: Satu Islam, Dua Jadwal Puasa, Dua Jadwal Idul Fitri

Denny pernah menjadi ketua KSP. Di sanalah dengan beberapa orang teman ,mereka berdiskusi dan bertukar pikiran. Tentu saja dalam aktivitas itu ada benturan-benturan pikiran dan tingkah laku. Semuanya itu berguna untuk mengembangkan dan memperbesar intelektualitas mereka.

Bisa dipahami, seperti Djohan yang merupakan mentor mereka, anak-anak muda yang bergabung dalam KSP cenderung mengakrabi pemikiran Islam yang moderen dan reformis. Kelompok Reformis Islam itu dipelopori oleh Cak Nur yang kecewa atas peran politik Islam di awal Orde Baru yang kemudian menelorkan pikiran tentang sekularisasi politik bahwa “politik tidak selayaknya dikaitkan dengan agama.

Agama akan kehilangan dimensi kesucian jika terus dikaitkan dengan politik. Karena itu perlu disosialisasikan: Islam Yes, Politik Islam No.” Seperti diketahui Sekularisasi politik Cak Nur itu menimbulkan kontroversi dan kehebohan yang sampai sekarang masih menyisakan residunya, walau kecil.

Barangkali bisa dikatakan meredupnya politik Islam sekarang merupakan akibat dari dari kampanye Cak Nur yang berhasil.